Hikayat Kenalpot
Pada suatu Rabu siang, tersengat rasa lapar dan menahan sempoyongan, saya naik sepeda angin pinjaman menuju ke warung pecel. Perjalanan itu hanya memakan waktu kurang dari lima menit. Pesanan pecel saya dibungkus, saya terima dari si penjual juga kurang dari lima menit. Saya lalu mengeluarkan sepeda angin dari deretan parkiran. Parkiran sepeda motor. Tak sampai lima detik, betis kanan saya menempel di kenalpot terdekat. Kenalpot tersebut, oh tentu saja masih panas. Tuhan Maha Besar. Tapi pada waktu itu saya tidak mengeluarkan suara. Memuji Tuhan tidak. Menyebutkan nama hewan juga tidak. Saya buru-buru mengayuh sepeda angin itu pulang. Lumayan ngebut. Kulit betis kanan saya yang tadi bersenggolan mesra dengan si kenalpot rasanya pedih. Panas lumayan. Pedihnya luar biasa. Sampai di rumah yang saya lakukan adalah membiarkan betis kanan saya di bawah air mengalir. Lama. Lama sekali. Rasanya selama-lamanya saya berdiri di bawah keran yang terbuka deras dengan air mengguyur betis k...