Tahun Baru Tahun Baru



Selamat tahun baru 2010.
Ada seorang teman yang bilang angka 2010 nampak lebih indah dipandang mata dibandingkan 2009, dan saya sepakat dengannya. Angka 2010 memang nampak lebih futuristik ketimbang 2009.
Saya tidak ingat apakah di tahun 2008 saya membuat resolusi. Sejujurnya saya seringkali tidak ingat apa yang saya lakukan sepanjang 2008. Kebiasaan angin-anginan untuk mencatat, memotret dan membuat jurnal menyelamatkan saya dari vonis pikun dini di usia muda. Saya sendiri tidak begitu yakin apakah itu hanyalah gejala alzheimer atau tanpa sadar pikiran saya tidak menyimpan sebagian besar kejadian di 2008 karena sesungguhnya saya tertekan?
Hahaha, malah jadi curcol.
Entah kenapa banyak saya baca di jurnal beberapa kenalan dan teman bahwa tahun 2009 cukup berat bagi mereka. Bagi saya tahun 2009 yang baru lewat biasa-biasa saja. Ada berkah dan semuanya barokah. (ahem) Alhamdulillah (ihik ihik).
Di malam pergantian tahun saya mendadak memutuskan pergi ke rumah seorang teman setelah tadinya berencana untuk tidak memiliki rencana apa-apa. Kami berdelapan dan ada kesepakatan untuk patungan makanan dan minuman. Kami menonton film lawak yang nyerempet. Lalu pulang ke rumah masing-masing saat Subuh menjelang. Kembang api yang meletus-ledak di angkasa cukup disaksikan sekilas dari sela-sela sekat jendela bahkan tanpa kami beringsut. Tidak ada yang mabuk meskipun ada minuman beralkohol di antara hidangan. Mungkin karena kami semua orang rumahan. Atau mungkin karena kami semua berjiwa manula. Hohoho!
Akibat kegiatan pergantian tahun yang cukup hura-hura itu, baru bangun tidur pukul 1 siang dan tiba-tiba hari pertama 2010 berlalu begitu saja. Sudah tanggal dua. Lalu di dini hari tanggal dua itu pun mengalami sukar tidur. Mungkin karena baru bangun pukul 1 siang. Mungkin juga karena ledakan petasan dan kembang api masih memecah sepi udara malam Jogja. Norak. Kan sudah lewat masanya! Sambil misuh-misuh saya bercerita ke omJ yang dengan kul menjawab “Belinya kebanyakan, kalau mesti nunggu tahun depan keburu melempem dong, Nek.”
JDOR!
NGEP*T!

Sampai mana tadi?
Saya agak sebal karena tiga hari terakhir ini Jogja dipenuhi oleh mobil berplat luar kota, dan membuat macet daerah tengah kota. Si Manyun jadi enggan dimintai tolong antar saya kesana kemari. Lebih norak lagi adalah beberapa mobil plat B yang membunyikan klakson pada tukang becak dalam segala situasi, macet dan tidak macet. WTF! Memang becak sudah tidak ada lagi di Jakarta, mungkin karena itu mereka mengklakson. Gumun. Tapi, suara klakson mereka mengganggu sekali, terutama setelah mengklakson, dan si becak minggir, mobil yang bersangkutan juga jalannya tetap pelan keong. CERDAS!!!!
Mungkin para turis bermobil ini tidak sadar bahwa ketika mereka memarkir mobilnya asal, atau berjalan lambat ala balapan keong, atau tidak tahu harus belok di mana sehingga tidak memasang lampu sinyal kiri-kanan sambil terus berjalan lambat atau berhenti asal, mereka lebih ganggu daripada tukang becak yang mereka omeli dan tat-tet-tot klakson itu.
Oh, kenapa jadi misuh-misuh.
Anyway, di tahun yang futuristik ini, sudah saatnya kita menjadi lebih mawas diri. :D
Gambar 2010 di potongan kertas bentuk hati itu diambil dari salah satu blog yang sering saya tilik isinya dari waktu ke waktu.

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again