Posts

Gamang Pascaliburan

Image
Minggu malam kemarin saya bawa bocah jalan karena bosan. Secara harfiah, kami berjalan kaki dari rumah sampai salah satu supermarket lalu pulang lagi. Jalan kakinya bawa termos dan mampir warung beli kopi sachet dan snack, seorang satu. Alun-alun Selatan tidak sepenuh malam Minggu kemarin, tapi masih terlampau ramai untuk kami duduk malas di trotoar sambil ngemil. Asep knalpotnya itu lho. Akhirnya kami berhenti di Plengkung Nirbaya. Duduk di dekat pot tanaman, lalu seruput kopi, minum susu, dan makan snack yang cuma segede jari telunjuk. Monster kecil pingin jalan kaki naik ke atas, tapi saya ogah. Saya malas berhadapan dengan aroma kencing manusia di bagian atas gerbang masuk Benteng Kraton sisi Selatan. Monster kicik bertanya, kenapa sih orang suka pipis sembarangan. Saya juga gak tahu sebabnya selain dari kepepet atau simply malash. Sepulang dari supermarket saya mendadak tersadar, era baru sudah dimulai. Sebuah era di mana saya harus kembali masak makan siang. Jejeeeng! Andala

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Image
Touch down! Mukanya gak menyiratkan drama mabok enterwind subuh buta Kurang asiknya transportasi di Bali adalah, susah cari angkot. Sudah ada sistem busway yang bernama Trans Sarbagita, dan informasi rute-rutenya bisa dicari online. Berhubung kondisi cranky dan spanneng karena masuk angin dan lelah batin, saya memilih untuk naik Uber dari bandara ke Kuta. Baru kemudian dari Kuta ke Ubud naik shuttle bus. Nggak langsung dari Bandara ke Ubud karena kami mendarat sekira jam 8:30 WITA dan jam check-in ke penginapan adalah jam 2 siang, agak males nungguin lama buat check-in. Selain itu mabuk akibat masuk angin harus diredakan dulu. 'Masir dulu Jadi, kami nongkrong makan dulu, baru kemudian pergi ke kantor Perama Kuta. Kenapa Perama, karena ini adalah juga perjalanan semi nostalgila saya. Atau bisa juga karena saya kudet sih, soalnya tahunya cuma Perama. Hahahak. Sesudah beli tiket untuk perjalanan jam 12, saya dan si monster kecil leyeh-leyeh sebentar, kemudian jalan kaki

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (1)

Image
Bulan Maret 2017 saya dan si monster kecil pergi berdua saja ke Bali dalam rangka memenuhi ambisi saya merasakan Hari Raya Nyepi di Bali, setidaknya sekali dalam seumur hidup. Si bapak gak ikut karena harus jaga warung dan manyun, dan berangkat sepedahan sendiri ke Bali di bulan Juli. Kunjungan kali ini adalah kedua kalinya buat si monster kecil. Tiga tahun sebelumnya kami sudah pernah membawa dia ke Bali, selama 10 hari kami naik motor bertiga singgah dari satu tempat ke tempat lain dengan rute: Kerobokan, Ubud, Amed via Bedugul, Nusa Lembongan via Sanur, dan berakhir di Jimbaran. Tapi waktu itu dia masih pendek. Sekarang selain besar dengan kakinya panjang menjuntai, dia sudah tak bisa tenang duduk bertiga di atas motor untuk perjalanan jauh. Dulu sih motor baru jalan lima menit dia sudah tidur nyenyak. Sekarang, beuh... Tadinya saya bercita-cita ambil jalan darat dengan naik kereta estafet dari Jogja ke Surabaya, lalu dari Surabaya sampai Banyuwangi,lalu menyeberang selat den

Muntah Jerapah

Yang namanya PROSES nggak ada yang namanya 100% instan. Untuk bisa instan sekali seduh jadi itu pun diperlukan proses pembuatan di pabrik. Manufakturan, gitu lah istilahnya. Begitu pula yang namanya orang gak ada yang ujug-ujug sehat lahir dan batin kalau gak ada usahanya. Mempertahankan supaya tetap sehat itu juga ada usahanya. Apalagi dari kondisi yang sudah tidak atau kurang sehat, menjadi kembali sehat. Proses itu terjadi dalam setiap aspek hidup lah ya. Bertumbuh sendiri juga proses. Ya kali begitu lahir langsung jambros dan giginya 32 bijik. Mulai dari 0 nggak hanya terjadi di tempat beli bensin, kakak. Tapi, tapi nih, susah ngebahas soal proses sama orang yang sebenernya gak paham tentang konsep proses tersebut. Orang itu bisa aja cuap-cuap dan membagikan aneka artikel di media sosial pribadinya tentang pertumbuhan, perkembangan, keikhlasan, kedewasaan, psikologi sosial, dan aneka teori lain yang mengesankan pemahamannya tentang proses. Dan seperti yang kita tahu, kadang-k

Poser

Image
Kalau dipikir-pikir, sebetulnya saya kenal yoga sudah lama. Saya mulai beryoga dengan intensitas sesekali pada saat hamil. Meningkat menjadi jarang setelah si bayi sudah lahir dan bisa duduk. Meningkat menjadi cukup berkala dua tahun lalu. Saya pernah baca, banyak orang melarikan diri dalam yoga. Sepertinya saya salah satu orang yang melarikan diri dengan yoga. Saya tahu saya harus bergerak lebih banyak, tapi saya benci berkeringat. Olahraga kesukaan saya sebetulnya adalah berenang, you don't feel like you're sweating while you're in the water . Tapi berenang membawa balita itu mengakibatkan balita senang, saya tidak bergerak, karena saya harus mengawasi balita. Daripada mengeluh, lebih baik kita mencari cara untuk bergerak kan? Jadi, saya lari ke yoga. (Padahal ternyata yoga juga membuat saya berkeringat hebat) Saya mengira yoga akan memberikan juga ketenangan. Saya punya kecenderungan cemas berlebihan. Sangat tidak produktif. Sangat menyebalkan.  Saya

The Reciprocated Envy

Image
If you think you inspire me, which in some ways you actually do, it is mostly not on how you think on what you think. I actually cannot be bothered to correct you. I need the energy to correct myself. Besides, correcting you is not what I seek. As I also do not seek to be "stand corrected" in your eyes. Because, actually, your opinion does not matter to me. You do not hold that power against me. The subject of our envies and angers is different, this I am absolutely sure. It is a personal kind of monkeys, personal kind of circus, personal kind of burdens on the shoulders of the conscience. So good luck with yours.

The Ring of Solomon Review

Image
The Ring of Solomon by Jonathan Stroud My rating: 5 of 5 stars This book was published after the Bartimaeus Trilogy and timeline-wise is a prequel to the trilogy. But it is also an excellent stand-alone book. So if you have yet read the Bartimaeus Trilogy, it is okay to read this. As with the trilogy, the book has the plot narrated by different characters along the way, with clear separation, but also with obvious change of tone in narration. The book had been translated to Bahasa Indonesia, but I haven't read the translation, so I cannot testify if the subtle change in the tone is translated too. I finished this book in the same week I finished reading Monstrous Regiment, and cute enough, it has several similar theme. Concealment, disguises, and people finding their true self and true potentials after a long journey. Asmira, in disguise, discovered her true self after arduous fight, and actually had not much problems to move on. She found that she is indeed born and trai