Hikayat Kenalpot

Pada suatu Rabu siang, tersengat rasa lapar dan menahan sempoyongan, saya naik sepeda angin pinjaman menuju ke warung pecel. Perjalanan itu hanya memakan waktu kurang dari lima menit. Pesanan pecel saya dibungkus, saya terima dari si penjual juga kurang dari lima menit.

Saya lalu mengeluarkan sepeda angin dari deretan parkiran. Parkiran sepeda motor. Tak sampai lima detik, betis kanan saya menempel di kenalpot terdekat. Kenalpot tersebut, oh tentu saja masih panas.



Tuhan Maha Besar.

Tapi pada waktu itu saya tidak mengeluarkan suara. Memuji Tuhan tidak. Menyebutkan nama hewan juga tidak. Saya buru-buru mengayuh sepeda angin itu pulang. Lumayan ngebut. Kulit betis kanan saya yang tadi bersenggolan mesra dengan si kenalpot rasanya pedih. Panas lumayan. Pedihnya luar biasa.

Sampai di rumah yang saya lakukan adalah membiarkan betis kanan saya di bawah air mengalir. Lama. Lama sekali. Rasanya selama-lamanya saya berdiri di bawah keran yang terbuka deras dengan air mengguyur betis kanan saya. Akhirnya panas yang menggigit dari kenalpot itu berkurang.

Oke. Tapi masih pedih dan ... panas. Jadi saya ambil kantong plastik, saya isi dengan es batu dan air, lalu saya gunakan sebagai kompres di atas luka bakar itu, sekitar 15 menit, sampai rasa panasnya benar-benar hilang. Sesudahnya saya lumuri luka saya itu dengan larutan iodine. Malamnya barulah luka bakar itu diberi salep Bioplasenton, bantuan dari nyai Geni Sambernyowo.

TERNYATA! Separuh dari yang saya lakukan adalah benar, saudara-saudara.

Ada legenda urban yang mengatakan kalau kulit terbakar, dikasih mentega, minyak goreng, atau odol. Yang mana membuat otak saya spontan membayangkan butter on steak. Bagian odolnya cuma berhasil membuat saya membayangkan busa yang muncul setelah kita menyikat gigi. Hmm, busa odol di atas luka bakar. Segar, dingin dan rasa mint. Nah, benda-benda ini tidak akan membantu luka bakarnya, kecuali kalau memang bagian tubuh yang terbakar itu hendak disedekahkan kepada kanibal kelaparan.

Luka bakar minor sesegera mungkin disiram air dingin. Dingin biasa, bukan dingin kulkas. Sebaiknya memang air bersih. Demikian kata panduan pertolongan pertama pada luka bakar. Hanya saja, jangan menaruh es di atas luka. (tet tot) Jika melepuh berair, jangan dipecahkan karena akan meningkatkan resiko infeksi. Jangan pula langsung memberi obat luka pada luka bakar (tet tot).

Untunglah luka saya tidak melepuh berair dengan dahsyat. Mungkin karena kenalpotnya kurang ganas. Mungkin karena betis saya taleus Bogor kwalitas A. Mungkin karena saya mengguyurnya di bawah air mengalir dan mengompresnya dengan air es kemudian. Mungkin karena hanya Tuhan YME yang Maha Tahu jawaban atas semua misteri alam ini.

Begitulah pengalaman saya, yang setelah hampir 30 tahun memecahkan rekor tidak pernah terbakar kenalpot jahanam, akhirnya betis saya terperawani di parkiran pada hari Rabu lalu.

Omong-omong, saya membaca bahan-bahan penyusun salep mujarab yang konon sudah membantu luka bakar banyak orang untuk sembuh tersebut. Placenta extract 10%, Neomycin sulphate 0.5%, Jelly base.



Dengan menggunakan salep ini, apakah saya termasuk kanibal?

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again