Forgive and Focus
"Saya sudah menulis tiga novel" Tadinya gue mau pergi dari situ, tapi saat mendengar ini, sesuatu di dalam kepala gue kesandung, nyenggol tombol merah di dinding yang tadinya dikira tombol emergency, tapi ternyata detonator. Sesuatu berbunyi "BUM!" Dari dasar lambung gue yang penuh dengan makanan bajakan, meletuplah sebuah gelombang rasa kesal yang naik ke atas menyapu paru-paru dan jantung, membanjiri kepala dengan sampah kekesalan bagaikan Tsunami. "Perlu diketahui, saya ini voluntir. Miskin. Bingung. Tapi saya cinta banget menulis" Ini kekesalan yang memalukan, tapi gue tahu kenapa gue bereaksi berlebihan seperti ini. Perkataan pertama itu meremehkan eksistensi gue yang nggak seberapa ini di dunia kepenulisan. Memangnya kalau sudah terbit, lantas seseorang berhak jadi dewa sastra? Sebetulnya yang pengen banget dikatakan adalah "oh yeah? you try and live my life, think my thoughts, and feel my heart. Try live in my shoes and be me" Saya tahu te...