000

Les Invansions Du Casques


"Nggak ada bedanya buat gue apakah ini malam tahun baru atau malam minggu atau apa", adalah kata-kata yang meluncur dari ... euh... alat bicara Cecunguk Purba.

Waktu menunjukkan pukul 23:52 WIB. Kami keluar setelah kenyang merampok isi rumah Mandosh si Riang Gembira. Di depan pagar kami tertegun. Di langit malam yang nggak jelas terlihat bintang, meletup satu, dua, tiga bunga api warna cerah yang membuat Paus Biru dan Mama Gajah terkesiap.


mama Gajah: Woi? Udah tahun baru ya?

Paus Biru: Kurang delapan menit lagi kok.

*Kembang Api meletup... tup... tup...*



Koor Cecunguk Purba, Mama Gajah, dan Paus Biru: Huwwwaawwwhhh!!!

Setiap ada satu yang meluncur ke atas terus meledak mekar, rasanya isi perut ikut melonjak, dan keluarlah "Wuuuuaaaahhhh!!!" dari tenggorokan. Sensasi yang aneh. Seperti naik roller coaster, terus di tikungan terakhir, kereta meluncur di sudut yang mematikan...
Satu lagi kembang api meletup... "WUAAAHHH!!!"

Jantung berdebar, wajah memerah, seperti hampir mendekati orgasme.

*Letup!*

"HUWWAAAWWW....!!!"

Mandosh si Riang Gembira keluar mendengar ribut-ribut. Terpana melihat dua kembang api meletup bersisian di langit. Langsung wajahnya yang cerah jadi tambah cerah, lari ke dalam mengambil kamera.

Saat keempat mahluk ini sudah bergabung dengan ribuan peraya tahun baru di jalan, kembang api besarnya sudah habis. Tinggal yang kecil-kecil, berisik, tapi nggak terlalu spektakuler di mata. Tetap saja, berdiri di pembatas jalan Dago, dikepung kemacetan kiri-kanan, kami merasa seperti tenggelam dalam akuarium yang isinya gas emisi ribuan kendaraan bermotor.

Berbagai macam orang ada: yang mabuk, yang capek, yang gembira, yang beruntung, yang berusaha, yang bengong, yang jomblo, yang bercinta, dan yang menikmati semua orang itu seperti kami.

Paus Biru: Hahaha, banyak banget motornya. Kaya serangan mahluk alien berkepala bulat.

Cecunguk Purba: Iya, invasi alien berhelm mengkilat.

Mandosh & Mama Gajah: *sibuk jepret-jepret*

Image Hosted by ImageShack.us

Ya, Cecunguk Purba memang benar. Nggak ada bedanya kok apakah ini malam tahun baru, atau malam minggu. Tapi gue merasa senang, ditemenin dan ketawa gue pun lepas ikhlas. I feel somewhat contented. And it is a big deal for me.

Kami akhirnya mengawali tahun baru ini dengan makan masakan Aceh di warung sebelah Edward Forrer, menggucap selamat tinggal di depan pager kosan gue, dan tewas sampai jam 12 siang.

Pestanya akan berlangsung sepanjang tahun. I have a good hunch about it...

Comments

dita said…
Hepi hepi nu year yaaa.. Kalo lu makan makanan Aceh pas taun baru, gw bakalan makan makanan Aceh sepanjang taun. Hehe...
perempuan said…
hehehe.. anjissss cecunguk purba.. udah naek tingkat dia uy jadi purba! wakakaka.. sayang dugong ga ikutan malah mabu2an di kamar sempit bersama lelaki2 jomblo.. yg satu lagi mah meureun ada masa depan cerah! kekeke.. ajiss.. ngantuk siah min!!!

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again