Romantika Alam Terbuka

Setengah tujuh pagi, langit cerah sudah terang oleh matahari. Pemandangan di laguna indah sekali, dan bertambah indah ketika matahari makin meninggi dan air laguna yang jernih dan biru mengundang untuk berenang seharian.

Saya bukannya tidak mau berenang. Saya tidak mau repot dengan urusan perban dan pendarahan.


Saya dan Prinscarming memanaskan sekaleng kacang saus tomat untuk dimakan dengan roti. Kami juga minum kopi. Saya lihat ikan di panggangan tinggal tulang. Lho? Bukannya semalam hujan? Saya pikir ikan-ikan itu sudah sia-sia basah. Prinscarming menjelaskan ternyata peserta kemping yang sudah tidur waktu kami sibuk bakar ikan itu terbangun setelah hujan pertama reda sekitar jam setengah satu. Ikannya masih bisa dimakan tentu saja, karena sudah matang. Jadi mereka makan ikan sambil jongkok-jongkok dekat bara yang ternyata tidak mati tersiram hujan (karena ketutupan ikan). Kemudian hujan turun lagi, sehingga mereka masuk lagi ke tenda. Waktu hujan reda lagi sektiar 40 menit kemudian, mereka keluar lagi dan meneruskan makan ikan. Lalu bubar lagi karena hujan lagi. Begitulah seterusnya sampai satu ikan habis dan satunya tinggal setengah. (Sewaktu kami berberes hendak pulang siangnya, ikan-ikan itu sudah benar-benar tinggal tulang!)

Peserta kemping lainnya sedang sibuk berusaha terjaga dan menunggu air Laguna agak hangat sedikit sebelum mencebur. Saya sibuk berbisik pada prinscarming di mana harus buang hajat besar. Semalam saya pipis di semak, tapi hajat besar lebih... lebih besar dong, tentunya!

Setelah urusan sarapan selesai, akhirnya Prinscarming bersedia mengantar saya ke semak-semak mencari lokasi buang hajat. Semak-semaknya terletak di punggung bukit. Hujan membuat tanah licin. Lokasi tersebut nampaknya juga digunakan oleh orang-orang untuk berhajat besar selain kecil. Kami harus berjalan hati-hati agar tidak terpeleset, tidak menginjak hajat orang lain, dan memilih lokasi yang aman sehingga hajat tidak menggelinding turun ke bawah.

M: Anu, om, aku kebelet anu...
omJ: Apa sih? Ngomong yang jelas!

Ternyata misi mengantar saya berhajat itu karena prinscarming juga merasakan dorongan yang sama. Walhasil kami saling jongkok memunggungi dan buang hajat berdua di balik semak-semak di alam terbuka. Apakah ini bisa dikategorikan romantis? Oh sungguh pengalaman yang tak terlupakan. Hihihi. Untunglah semak-semak tersebut bukan semak yang berduri dan/atau berbulu gatal. Tentunya kami berbekal tisu basah banyak sekali, saya menggali lubang dulu, lalu sesudah hajat selesai saya tutup lubang berhajat tersebut. SUKSES! Ini adalah kedua kalinya dalam seumur hidup, saya buang hajat besar di alam terbuka. Hihihi.

Kemudian, saya ikut nongkrong di pantai. Iri karena tidak bisa ikut berenang :(

main aer dikit gapapa tapi ga bisa renang :(

Jam setengah sebelas akhirnya saya, prinscarming dan nona N membereskan tenda karena persekeongan sudah sepakat kami harus berangkat lebih dulu dari yang lain. Dengan perkiraan terburuk trekking 5 jam, sebaiknya kami berangkat jam secepatnya. Sebetulnya saya sudah gelisah ingin cepat-cepat pergi sejak jam 9 pagi tadi.

hiks, pingin renang, ngga mau pulaaang

Perjalanan pulang persekeongan lebih cepat ... setengah jam dari perkiraan 5 jam, karena sebagian besar beban kami sudah dihabiskan: air 3 liter masing-masing orang dan makanan. Akan tetapi, oh yeah. Jikalau engkau bukan wanita, maka engkau tidak akan paham yang namanya menstruasi hari pertama. Sampai setengah perjalanan saya masih sanggup mengikuti prinscarming menerobos dedaunan. Hal ini kami lakukan karena lewat jalur asli yang sudah membubur lumpur akan menghabiskan lebih banyak waktu. Lala sang maskot keong pun melakukan hal yang sama, dan nampak nyata bahwa medan kering sangat berpengaruh pada kecepatan jalan kami semua. (yaeyyalah) Hambatan jalur alternatif ini hanya satu, dan sangat mengganggu: duri!

Setelah dua jam lebih menerobos dedaunan, saya berkata pada Prinscarming, "Wahai pacarku yang pecinta alam, karena kali ini Lala sudah punya dua pendamping tidak seperti saat berangkat kemarin, marilah kita tidak menunggu dia. Sepertinya aku nggak bakalan kuat."

Maka sesungguhnya bukan karena saya tidak setia kawan mencintai maskot persekeongan. Satu jam setelah itu stamina saya makin memburuk dan memburuk. Apalagi setelah telapak kaki kiri saya robek sedikit kena batu karang sewaktu kami menyeberang jalur utama untuk masuk ke dalam jalur alternatif lainnya.

Prinscarming berulangkali mengatakan kalau saya tidak kuat lebih baik berhenti dulu mengaso ambil nafas. Saya tidak mau berhenti lebih lama dari tiga menit. Kalau saya berhenti sampai lewat lima menit di satu tempat, dapat dijamin saya pasti tidak akan mau meneruskan perjalanan. Mules kram akibat menstruasi datang dan pergi. Hidung saya mampet sebelah. Saya berhenti memperdulikan apa pun di sekeliling saya dan hanya memfokuskan pikiran saya pada mengikuti jejak Prinscarming yang selalu berjalan 5-10 meter di depan saya.

Tapi semakin lama jalan saya semakin lambat dan semakin putus asa. Satu jam terakhir perjalanan saya habiskan dengan berlinang air mata berusaha berkonsentrasi menggerakkan kaki dan maju terus ke depan padahal jaraknya tinggal 200 meter lagi dari Teluk Semut! Rasanya sangat lega ketika akhirnya melihat pasir putih teluk semut, sinar matahari yang kuning, dan puluhan orang lain selain rombongan kami yang juga sedang menunggu dijemput perahu kembali ke Sendang Biru. Saya tidak perduli dilihat orang, menangis lega sekaligus meluapkan kekesalan akibat tadi kehabisan tenaga sampai putus asa seperti itu.


Hari itu cerah sekali dari pagi hingga kami menyeberang ke Sendang Biru, lalu naik bemo kembali ke Malang. Tidak seperti hari sebelumnya yang hujan berkali-kali. Di perahu yang membawa kami menyeberang, saya termenung-menung. Kepingin minum sebotol soda kola dingin!!!


Moral dari cerita ini adalah, trekking pada saat menstruasi adalah JAHANAAMMMMM!!!!

Comments

rid said…
bukannya menikmati laguna yang indah kamu malah harus berjibaku dengan urusan keperempuanan itu,hehehehe
M. Lim said…
benar. padahal sudah minum suplemen! tapi untung sewaktu perjalanan pulang itu tidak hujan. bisa manyun bergandaganda

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again