Baby Blues versus PKK!



Lima tahun belakangan ini kasus depresi paska kelahiran yang berujung tragedi lumayan marak diberitakan di televisi, di Indonesia. Apakah jenis depresi ini tadinya merupakan rahasia eksklusif atau memang khalayak umum saja yang kurang informasi? Sehingga ketika muncul berita seorang ibu tega membunuh dengan tangannya sendiri anak-anaknya yang masih kecil, orang terpana-pana dan terheran-heran, dan berita menjadi laris manis saking buruknya peristiwa tersebut. Seharusnya depresi paska kelahiran harus disikapi dan dianggap serius, bukan sekedar komoditas berita saja. Nggak harus menunggu sampai terjadi tragedi semacam itu terjadi untuk kemudian baru bisa merujuk atau perduli pada gejala depresi baby blues ini.

Baby blues alias depresi paska kelahiran, hanya dialami oleh perempuan. Ya, tentu saja perempuan yang habis melahirkan. Depresi dan stress yang dialami perempuan Indonesia rasa-rasanya bukan melulu disebabkan peristiwa melahirkan dan perubahan hormon yang menyertai perubahan fisik maha dahsyat itu. Meskipun Indonesia sudah maju dalam teknologi dan ekonomi, lebih terbuka dan lebih banyak kesempatan karir serta peluang kerja bagi perempuan di segala bidang, tapi tetap saja prosentase mereka yang tinggal di rumah ataupun menjadi pekerja domestik lebih banyak dibandingkan perempuan yang keluar dari wilayah domestik dan berkiprah dalam jenjang karir di luar rumah.
Sekarang coba berhenti sejenak dan hitung berapa orang teman yang sudah berkeluarga di sekeliling kita. Berapa yang sudah punya anak, berapa yang belum, dan seberapa sering kita ketemu mereka? Jarang? Setiap minggu? Sebulan sekali? Tidak pernah sama sekali?
Hamil dan melahirkan adalah peristiwa yang sangat besar buat seorang perempuan, meskipun yang mengalaminya mungkin akan berkata, “ah, biasa aja tuh, kehamilan gue gak rewel.” Begitu bayi dalam kandungan keluar, tidak semua perempuan beruntung mendapatkan bayi yang sama tidak rewelnya seperti saat masih dalam kandungan, dan tidak semua perempuan beruntung memiliki stamina seperti kuda, kesabaran dan keteguhan mental seperti baja, sehingga mampu menangani bayinya sendirian.
Akan ada titik lelah dalam diri seorang perempuan waktu harus menyesuaikan diri dengan ritme si bayi yang belum mampu menyesuaikan diri dengan ritme orangtuanya. Bisa tanya pada semua ibu di dunia ini tentang tiga hingga lima bulan pertama yang bisa sangat menyiksa akibat kurang tidur, kecemasan berlebih, yang menyebabkan kelelahan fisik dan mental. Belum lagi kalau si anak jatuh sakit.
Tidak semua perempuan yang habis melahirkan beruntung mendapatkan dukungan dan bantuan moral dan jasmani dari orang lain, baik itu pasangannya, orangtuanya, atau sekedar asisten pribadi rumah tangga. Sering baca berita akhir-akhir ini tentang meningkatnya jumlah pengangguran, turunnya perekonomian global, pemecatan di berbagai perusahaan, dan naiknya harga barang pokok? Ini adalah hal-hal yang menambah kecemasan seorang perempuan, yang sudah menjadi ibu, terutama mereka yang tidak beruntung memiliki suami ganteng, kaya raya, dan teladan standar sinetron atau telenovela.
Wedew!

Apakah kita cukup perduli pada hal semacam ini?

Pernah tahu yang namanya PKK? Ya, organisasi perempuan ini sangat lekat dengan aroma Orde Baru yang untuk sebagian orang dapat menimbulkan alergi. Tapi marilah kita tengok kembali lah PKK ini dan kegiatan-kegiatannya yang mungkin nampak bernuansa norak dan gak penting. Tahu apa kepanjangan PKK? Kepanjangan PKK adalah Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga. Apa yang terbayang saat mendengar kata PKK?
Arisan. Baju seragam. Pertemuan rutin. Ibu-ibu. Demo masak. Kredit panci dan alat-alat masak. Rambut disasak. Membosankan?

Sejujurnya saya tidak terlalu tahu kegiatan PKK karena saya tidak pernah terlibat di dalamnya. Bude saya adalah anggota PKK, jadi saya menelpon beliau untuk bertanya-tanya. Yang saya dapatkan dari beliau hanyalah informasi kegiatan organisasi rutin, pertemuan bulanan, dan iuran keanggotaan. Beliau tidak terlalu aktif dalam kegiatan organisasi PKK walaupun adalah anggota.
Seorang teman yang yang almarhumah ibunya adalah anggota PKK cukup aktif bercerita bahwa seingatnya hal yang cukup menonjol dalam aktifitas almarhumah dalam PKK adalah kegiatan organisasional. Artinya? Ya, kurang lebih hampir sama seperti yang terjadi dalam tubuh organisasi lain di dunia ini. Ada hirarki. Ada program. Ada implementasi. Ada evaluasi. Ada struktur. Ada anggaran tahunan. Ada tujuan, visi dan misi. Pernah dengar ada PKK nasional? Well, lemme tell you, there is. PKK ini seandainya dijadikan partai akan dahsyat sekali karena isinya adalah perempuan, yang tentu saja jumlahnya di Indonesia itu 4 banding 1 dengan lelaki. HAHA!
Saya juga bercerita pada ibunda Ratu Alam Semesta saya mengenai ketertarikan saya pada PKK. Ternyata beliau, dalam posisinya sebagai kepala PusKesMas di waktu lampau, pernah memiliki wewenang sebagai pembina PKK Kecamatan. WOW! Menurut beliau program-program PKK disesuaikan dengan program-program kecamatan. Biasanya berkisar pada masalah kebersihan dan kesehatan. Maklum, saat itu masih tahun 80-an. Masih banyak orang yang tidak punya atau mengenal MCK (Mandi Cuci Kakus). Nggak kebayang? Saya umur enam pernah ikut ibu saya penyuluhan KB ke sebuah balai desa yang saya sudah lupa namanya, dan satu-satunya WC terdekat adalah jauh sementara saya sudah kebelet sekali. Pengasuh saya sampai hmenemani saya buang hajat di kebun nanas di belakang balai desa. A FUCKING PINEAPPLE FIELD! Tentu saja saya bilas pakai air minum dalam botol dan tidak mengelap dengan daun nanas.
Iya, itu dia, yang panjang-panjang bergerigi tajam, yang tanamannya di tengah itu: DAUN NANAS

Di ‘daerah’, PKK memberikan jalur pendekatan yang lebih efektif pada kaum perempuan, untuk memberdayakan dan mendidik dirinya sendiri. Dan program kegiatan mereka sebetulnya cukup luas, tidak melulu berkitar pada demo masak, kredit panci, dan arisan. Ada acara-acara diskusi dan seminar kecil tentang kesehatan, pelatihan kesehatan. dalam pertemuan-pertemuan mereka juga segala macam tips-tips praktis tentang berbagai hal saling ditularkan para anggota PKK ini.

Kembali ke PKK. Karena latar belakang penciptaannya yang politis dan berbau “kuasa”, PKK menjadi kurang diminati di perkotaan besar. Ibu-ibu di kota besar lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah karena keberuntungan mereka mampu membayar tenaga asisten rumah tangga pribadi, urusan hygienitas dasar mereka sudah lebih sadar daripada ibu-ibu di desa, sarana pengobatan juga tidak terbatas seperti di ‘daerah’. (Tapi kemampuan ekonomi untuk menikmati sarana pengobatannya yang terbatas. Ah saya nggak akan membahas yang ini. Panjang.)

Lambat laun PKK ini ditinggalkan. Tidak diminati lagi. Kalaupun ada biasanya di kampung-kampung urban kecil yang penduduknya tetap terisolir walaupun tinggal di wilayah metropolis. Anggota dan pesertanya ibu-ibu berumur yang mendapat predikat ‘ibu-ibu kampung’. Saya yakin tidak ada itu yang namanya PKK Pondok Indah.

Pandangan semacam ini semakin menghilangkan nama dan kredibilitas PKK. Padahal sistem PKK ini menurut saya cukup potensial untuk diandalkan sebagai alat sosial yang jauh lebih digdaya lagi. Jangan dipinggirkan dan dihapuskan hanya karena masa lalunya yang kelam sebagai alat ORBA pengganti Gerwani yang sangat Komunistik PKI dan dicap sesat bid’ah tak beragama.

Tidak ada yang salah dengan bentuk dan sistem PKK. Toh sudah ada struktur dan sistem yang berfungsi. Tinggal diadaptasi saja, lantas dipraktekkan dengan tidak mengandung nilai-nilai lama yang begitu dibenci, dianggap kuno chauvinistik, dan menggantinya dengan ide yang lebih membangun dan memberdayakan.

Coba bayangkan jika perempuan seluruh Indonesia ini bersatu-padu dalam PKK, pertemuan-pertemuannya dimanfaatkan sebagai jaringan sosial yang solid, pembangunan sumber daya manusia melalui sesi pelatihan-pelatihan berfokus kebutuhan. Bayangkan akses ke segala lapisan masyarakat dari bawah hingga menengah. (I don’t care about the creme de la creme. They can survive the price of milk and the nannies problems)

Apa hubungannya dengan baby blues?

Melalui PKK, informasi mengenai sindroma depresi paska melahirkan, beserta juga informasi tentang berbagai masalah kesehatan lainnya mulai dari demam berdarah, flu burung, hepatiti, AIDS, Lupus, semuanya dapat disebarkan kepada para ‘Ibu Bangsa’. Obrolan ibu-ibu seputar popok dan susu bayi tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Solidaritas sesama perempuan yang tergabung dalam sebuah kelompok macam PKK ini dapat digunakan untuk memantau dan mewaspadai gejala-gejala depresi paska melahirkan yang diidap seorang perempuan. Solidaritas sesama perempuan tersebut bisa dimanfaatkan untuk mencegah terjadinya tragedi seperti yang sudah disebutkan di atas tadi.
Hidup bisa jadi lebih ringan dan menyenangkan jika ada teman berbagi. Bukankah begitu?


---Dipersembahkan untuk teman-teman yang sedang hamil, ingin hamil, sudah melahirkan, atau baru mau kawin. Join your local PKK. If you can :D heheh.



Baca-baca lebih lanjut soal PKK:

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Monster Playgroup (Pt. 1)