Ibu Internet

Era baru, era teknologi. Era baru, era keibuan. hahaha. Fokus pemikiran dan pergaulan sehari-hari sudah tidak bisa lagi dipisahkan dari bayi, bayi dan bayi. Jadi tadi sore, sambil masak, saya memutuskan untuk membuat label baru di blog ini. Label emak. Ini postingan pertama label emak.

Kunyit *gasp* I am your mother *gasp* (sambil pakai ember hitam di kepala)


Internet banyak membantu saya sebagai emak anyaran. Segera sesudah the electrifying moment of truth, saya langsung mencari informasi mengenai perkembangan janin. Kemudian saya mencari informasi tentang proses kehamilan, proses melahirkan dan proses menyusui.

Ketika hamil 4 bulan saya pernah, kalau ditotal mungkin seminggu lamanya, mencari dan melihat video-video melahirkan di youtube, terutama melahirkan normal. Man, those videos are powerful stuffs! Saya pernah sampai menitikkan air mata setelah nonton sebuah video proses melahirkan yang berdurasi 18 menit. Ikut lega, ceritanya.

Tapi waktu Chloe lahir tidak ada foto atau video yang merekam proses kelahirannya. Padahal cukup dramatis, menurut saya. Ada teriak-teriaknya, darah-darahnya, romantisnya juga ada. Saya nggak nangis. Kayaknya si manyun agak berkaca-kaca, tapi waktu itu saya hampir semaput dan dia pakai kacamata, agak kurang jelas gitu.

Selain video proses melahirkan saya juga mengunduh banyak sekali video yoga hamil. Saya nggak ikut senam hamil, makanya nggak tahu kenapa kalau mengejan itu nggak boleh merem dan bahwa saat mengejan terakhir itu badan harus dilipat dengan cara memegangi lutut sambil ngangkang (susah yes, dengan perut segede bak cuci yang lagi kaku tegang). Saya cuma melakukan yoga hamil setiap hari. Memang sih kadang saya bolos yoga sehari dua hari, tapi saya lebih rajin melakukan yoga dibandingkan jalan kaki. Saya latihan nafas setiap hari (juga belajar dari internet), minimal 2 kali sehari, sejak kehamilan 4 bulan. Sepertinya hal-hal ini yang membuat Chloe mbrojolnya cepat. Ya, selain dari efek induksi Oksitosin sih... *syalala*

Yak ibu-ibu, kalau sudah kontraksi ambil pose lilin! (foto minjem dari sini)

Dari awal saya sudah bertekad ingin ASI ekslusif saja untuk Chloe. Saya tidak pakai banyak pertimbangan. Alasannya hanya karena saya mau hemat. Harga susu mahal. Sebagai pekerja lepas dan pekerja bantingan, saya tidak yakin bisa memberi asupan susu formula yang terbaik untuk Chloe. ASI kan jauh lebih ekonomis pun praktis. Tinggal buka kutang, bisa langsung dikonsumsi.

Baru belakangan, setelah saya membaca ini itu dan mengikuti akun media sosial Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia, saya jadi tahu kalau tidak ada susu formula semahal apa pun yang bisa menyamai kemujaraban ASI. Setelah membaca setumpuk info tentang mukjizat ASI tekad saya tidak berubah, saya bertekad menyusui karena lebih murah. *hakdes*

Informasi menyusui juga lebih banyak saya dapatkan dari internet ketimbang dari Yang Mulia Ratu Alam Semesta Ibu saya. Ibu saya gagal menyusui kedua anaknya. Saya berhasil dapat 7 hari, adik saya kurang beruntung cuma dapat 4 hari. Hal ini tidak lantas membuatnya menjadi ibu yang tidak baik atau tidak sukses sih. Hanya saja saya jadi kurang bisa bertanya ini itu mengenai menyusui pada beliau.

Oke, info soal melahirkan sudah. Info soal senam hamil sudah. Info soal menyusui sudah. Saya pun berbelanja lewat internet. Belanja popok untuk Chloe. Popok kain modern. Kenapa disebut modern, karena dia dijahit menyerupai bentuk popok sekali pakai. Dan bahan yang digunakan membuat popok tersebut bisa menampung hajat kecil dan besar si bayi sampai durasi 3-4 jam, tanpa bocor keluar dari popok. Canggih banget, pemirsa!

Setumpuk cloth diaper siap tempur
Saya sudah menghitung dan harga satu set popok kain modern itu setara dengan 70 lembar popok sekali pakai merk M***p*ko. Alasan kenapa saya pakai popok kain modern juga sama seperti alasan saya untuk memberikan ASI eksklusif: hitungan ekonomis. Para ibu-ibu hardcore pengguna clodi (alias cloth diaper, alias si popok kain modern) menggembar-gemborkan fakta medis pemutih pada bahan popok sekali pakai, juga fakta keunggulan ekologis si clodi dibanding popok sekali pakai. Ya, saya percaya deh sama semuanya. Pertimbangan saya hanyalah 1. bahannya kain. 2. jatuh hitungannya lebih ekonomis.  Saya pun semakin kuat bertekad menggunakan clodi karena lebih murah. *hokya*

Internet memberikan saya hiburan dan informasi (akibat nggak punya tv), jadi saya bisa tetap mengikuti perkembangan dunia di luar dunia ASI, popok dan bayi. Saya juga bisa tetap berhubungan dengan teman-teman dan keluarga. Ah, internet. Indomi telor kornet. Apalah saya tanpa dirimu dalam satu dekade terakhir ini?

Chloe, meet internet. Internet, meet Chloe. #kemudianbengong



Comments

salamatahari said…
Kayaknya sekarang ini internet dan ibu-ibu emang jadi akrab.

Istrinya Age tau banyak informasi juga dari internet. Istrinya sepupu aku tau2 jadi akrab aja sama ibu-ibu yang ngeblog karena anaknya punya masalah yang mirip.

Solidaritas ibu-ibu di dunia maya. Kebetulan Maya emang lebih cocok jadi nama ibu-ibu daripada bapak-bapak .... hehehe ...
M. Lim said…
Kalau bapak-bapak kayaknya namanya JAKA... ahahaha
Nia Janiar said…
Iya, temen-temenku juga cari taunya via internet.
Veera said…
belom jadi ibu.... =.=
ehehe.
salam mampir ;D

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again