Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (1)


Bulan Maret 2017 saya dan si monster kecil pergi berdua saja ke Bali dalam rangka memenuhi ambisi saya merasakan Hari Raya Nyepi di Bali, setidaknya sekali dalam seumur hidup. Si bapak gak ikut karena harus jaga warung dan manyun, dan berangkat sepedahan sendiri ke Bali di bulan Juli.

Kunjungan kali ini adalah kedua kalinya buat si monster kecil. Tiga tahun sebelumnya kami sudah pernah membawa dia ke Bali, selama 10 hari kami naik motor bertiga singgah dari satu tempat ke tempat lain dengan rute: Kerobokan, Ubud, Amed via Bedugul, Nusa Lembongan via Sanur, dan berakhir di Jimbaran. Tapi waktu itu dia masih pendek. Sekarang selain besar dengan kakinya panjang menjuntai, dia sudah tak bisa tenang duduk bertiga di atas motor untuk perjalanan jauh. Dulu sih motor baru jalan lima menit dia sudah tidur nyenyak. Sekarang, beuh...

Tadinya saya bercita-cita ambil jalan darat dengan naik kereta estafet dari Jogja ke Surabaya, lalu dari Surabaya sampai Banyuwangi,lalu menyeberang selat dengan ferry, dan naik bus sampai Denpasar. Tapi kemudian saya bubarkan saja cita-cita itu. Seiring bertambahnya usia, monster kecil saya sekarang semakin mandiri dan berlatih mengambil keputusan, dengan kata lain aneka hal jadi ribet karena saya punya agenda dan jadwal tetapi anaknya sibuk membantah. Thug lyfe.

Meski sejak bayi sudah biasa bepergian jarak sedang dan jarak jauh dengan kereta api, keahlian bersilat lidah membawa isu baru yang demi Toutatis tadinya saya kira saya akan terhindar darinya.

"Mak, kita kapan sampainya?"
"Mak, kita turun di sini ya?
"
Sepanjang perjalanan kereta api 5 jam dari Jogja ke Surabaya, hampir tiap 30 menit saya dengar ini. Padahal sudah saya bawakan buku bacaan, buku mewarnai, aneka snack, minuman, musik, atau film. Tetep aja yah, nanya muluk.

Perjalanan kereta api dari Surabaya ke Banyuwangi makan waktu antara 6-8 jam, tergantung kelasnya. Daripada saya spanneng padahal petualangan baru dimulai, lebih baik jalur berikutnya saya menghindari kereta api dulu. Jadilah kami naik pesawat dari Surabaya ke Denpasar.

Tapi namanya emang bertualang tuh harus ada bumbunya yah. Karena saya merencanakan naik shuttle dari Kuta ke Ubud, lebih baik berangkat pagi daripada sore. Risikonya, penerbangan pertama akan mewajibkan kami berangkat dari rumah jam 5 pagi. Masih bisa diatur karena toh bawaan kami masing-masing adalah 1 ransel dan 1 tas selempang.

Yang terjadi adalah, monster kecil baru mau tidur jam 10 malam. Ketika saya bangunkan jam setengah 5 dia cranky. Di taksi dia bikin drama dengan menolak AC dinyalakan tapi membuka jendela lebar-lebar, yang menyebabkan kemudian dia masuk angin betulan, dan muntah ketika taksi merapat ke tempat menurunkan penumpang di bandara.

Meski datang dengan jarak waktu aman dari masa boarding, ternyata antrian penerbangan terpagi adalah bagaikan pasar. Si monster kecil menolak bekerjasama minum tolak angin dengan alasan pedas. Jadi kemudian di pesawat dia muntah lagi. :: hela napas paaaanjaaaang ::

Dari awal saya nggak punya ambisi besar dengan menyusun itinerary padat acara, bahkan untuk penginapan saya sengaja pilih yang bisa staycation seandainya shit like this happened. Biarpun sudah antisipasi, tetep aja cranky little monster dan mamak monster spanneng adalah bukan kombinasi yang tepat untuk acara petualangan bertema chill out and relax.

Drama masuk angin, gak mau makan, dan manyun berlangsung on-off selama kami di  Bali. Untung gak pakai demam, sih. Dan kami masih bisa jalan-jalan ke beberapa tempat menarik.

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again