Monster Playgroup (pt. 2)

"Jemput ya, mbak?"
Kemudian saya mengalami "percakapan orang tua yang menunggu anak pulang dari sekolah" perdana.

Ibu yang menyapa saya usianya cukup paruh baya. Beliau lantas menumpahkan curahan hati mengenai tugasnya menjemput cucu.
Yang sekelas dengan monster adalah cucunya nomer dua. Tahun sebelumnya cucunya yang lebih besar, kakak anak itu, juga ikut PG yang sama. Tahun ini si kakak sudah masuk TK di Pugeran, begitu ceritanya.
Yang mengantar jemput kedua anak itu adalah kakek dan neneknya karena kedua orangtua si anak bekerja. Si ibu setengah mengeluh karena menurutnya anak perempuannya cuma tahu bekerja, pulang bekerja anak-anaknya sudah mandi dan diberi makan. Pekerjaan rumah juga ibunya yang mengerjakan. Si ibu berkata, "Ya capek juga. Kalau anak-anak tidur baru saya bisa mengerjakan pekerjaan rumah."
I feel you, madam. Sambil mendengarkan curahan hati beliau saya berpikir, yeah I wish I can take office jobs too. But then who would take care of the monster? I mean, office job is nice in a way. I can take a break from the monstrosity for like, 8 hours a day. Walaupun ya emang setelah 6 bulan, bisa jadi saya merasa jenuh dengan pekerjaan kantoran dan ingin kembali bekerja dari rumah saja. Namanya juga manusia.

Oh iya, jadi selama trial si momonster, saya duduk menunggu  di parkiran. Durasi pertemuan tiap harinya adalah dua jam. Kalau saya pulang dan mengerjakan apapun--entah macul atau pekerjaan domestik--, pasti kagok karena baru sebentar lalu terputus karena harus menjemput monsternya. Jadi saya pikir, mending keluar rumah sekalian selama dua jam itu.  Hari pertama saya bawa buku tapi malas membaca. Saya melamun-lamun di bawah teduh atap sirap di parkiran. Selain saya ada dua orang tua lain yang menunggui anak mereka. Anak-anak ini juga trial seperti momonster. Dan kemudian si ibu yang menjemput cucu itu datang terlalu cepat sehingga ia mengisi waktu menunggunya dengan curhat ke saya.
Hari pertama saya sebagai orangtua yang menunggu di parkiran. Ini sebelum ibu curhat datang.
Besok-besoknya saya membawa pekerjaan permaculan ke parkiran. Biasanya hanya efektif dapat bekerja satu jam saja. Lumayan daripada lumanyun. Sejam sisanya dihabiskan mengamati dan mendengarkan orangtua yang datang menjemput atau mengantarkan anak-anak mereka. Selain dari ibu yang curhat di hari pertama trial itu, saya belum lagi mengalami percakapan sampai hari ini. Biasanya para orangtua yang menjemput anak bergegas pulang, sedangkan orangtua yang mengantar anak cenderung sudah membentuk kelompok gosipnya sendiri, dan saya hanyalah butiran debu orang baru.
Entahlah. Saya sendiri tidak merasa antusias untuk masuk ke dalam lingkaran mesra ibu-ibu itu.

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again