Kunjungi Kalimantan 2013 (part 1)
Sebenarnya ada rencana mengunjungi Pontianak di bulan April 2011. Tapi kemudian tidak jadi. Akhirnya November 2012 kami jadi membeli tiket untuk beramai-ramai mengunjungi Pontianak; Yang Mulia Ratu Alam Semestaku Ibu, adik, saya, kelinci besar dan kelinci kecil. Penerbangan langsung dari Yogyakarta dilayani oleh Batavia Air. Rancangan perjalanannya adalah Ibu dan adik saya berangkat ke Jogja dengan kereta, rehat sehari, lalu bersama kami berangkat ke Pontianak. Jadwal keberangkatan kami adalah bulan Februari, tiga hari sebelum Cap Go Meh.
Tepat 20 hari sebelum keberangkatan dengan Batavia Air ke Pontianak, perusahaan penerbangan tersebut dinyatakan pailit dan sore itu juga menyatakan di hadapan khalayak umum dan pers sekalian bahwa mereka akan menghentikan operasionalnya tengah malam itu juga.
Terhenyak. Kecewa. Panik. Histeris.
Enggak juga sih. Saat itu saya masih merasa kalem-kalem saja. Kalau mau histeris juga percuma. Ketika Mandala Air gulung tikar dua tahun yang lalu, sampai kemudian beroperasi lagi di bawah Tiger Air, hingga kini banyak tiket yang tidak atau belum terganti. Saya sebetulnya lebih mencemaskan jatah cuti Ibu saya yang jarang bisa pergi jauh dan lama.
Kalau masalah kecewa dan panik, apa lah kami yang tujuan penerbangannya adalah berpelesir. Coba bayangkan yang tujuan penerbangannya adalah PAS keesokan harinya dan itu adalah pulang ke rumah karena urusan keluarga yang mendesak. Coba bayangkan para pegawai Batavia Air, hari ini kerja, tahu-tahu sore-sore bos bilang, oke, you semua besok gak usah masuk. Gaji nggak jelas, kemungkinan PHK tanpa pesangon.
Dalam kebingungan dan gonjang-ganjing calon penumpang Batavia Air yang terlantar, ada dong yang posting di media sosial dan berkomentar itu adalah resiko beli tiket promo, makanya kalau mau terbang jangan pakai yang promo, layanannya gak jelas.
Rasanya ingin menjabarkan pada orang bijak dan cerdas tersebut, bahwa tidak semua calon penumpang Batavia Air yang terlantar dan gelisah itu belinya tiket yang promo. Tapi percuma buang energi, karena beliaunya sudah bijak dan pintar.
Beberapa hari kemudian bermunculan berita tentang salah satu maskapai yang mengail di air keruh dengan mengenakan biaya tambahan bagi calon penumpang Batavia Air yang ingin tetap terbang tetapi menggunakan jasa mereka sebagai pengganti. Biaya yang dikeluarkan bisa 2 kali lipat. Saya mulai enggak santai. Mister Bapak tetap kalem.
Tak lama kemudian muncul berita bahwa rute penerbangan Batavia Air untuk Yogyakarta-Pontianak dan sebaliknya diambil alih oleh Express Air. Pengalihan ini tidak akan dikenakan biaya. Express Air adalah maskapai yang banyak mengambil rute penerbangan di Indonesia bagian Timur. Reputasinya cukup baik. Permasalahannya hanya satu: sistem pemesanan tiketnya tidak online. Kalau ingin terbang dengan Express Air harus via agen, atau membeli langsung ke kantor perwakilannya di Bandar Udara. Agen perjalanan langganan memberi masukan untuk langsung ke kantor perwakilannya saja karena mereka sendiri belum mendapatkan daftar harga dari Express Air untuk jalur penerbangan Yogyakarta-Pontianak.
Kurang lebih 14 hari sebelum tanggal keberangkatan yang dijadwalkan, Mister Bapak menguruskan penukaran tiket Batavia Air ke Express Air. Harus ke Bandara Adi Sucipto dengan membawa salinan bukti pembelian tiket dan salinan kartu identitas calon penumpang. Sebetulnya prosesnya cukup mudah, mereka akan mencatat dokumen yang sudah disyaratkan tadi, melakukan konfirmasi dengan kantor Batavia Air dan kantor utama mereka sendiri, lalu tiket baru akan dikeluarkan. Ini memakan waktu kurang dari dua hari. Tapi pada kunjungan pertama mister Bapak ke kantor perwakilan Express Air itu, si staff bagian tiket rupanya agak ogah-ogahan karena saat itu hari Minggu, semua pencatatan harus dilakukan manual (tulisan tangan!) dan jadwal terbang kami masih 2 pekan lagi. Mister Bapak diharuskan datang lagi 3 hari sebelum jadwal terbang kami untuk klaim tiket, demikian kata staf nakal itu.
Sempat spanneng juga akhirnya. Untunglah semuanya beres dalam waktu yang tepat.
Kemudian di hari H keberangkatan, kami sibuk mengira-ngira dan membayangkan, armada macam apa yang akan digunakan untuk mengangkut penumpang. Bisa jadi Express Air masih menggunakan pesawat dengan baling-baling. Saya belum pernah naik pesawat dengan baling-baling. Apakah teknologi baling-baling ini akan lebih lincah dalam turbulensi? (Yang artinya akan lebih banyak guncangan dan dobel dosis antimo untuk saya)
Comments