Tonari no Totoro


Setelah dua bulan menonton Madagascar 3, sepertinya Chloe sudah mulai agak bosan. Jadi saya meracuni dia dengan berbagai animasi Ghibli. Yang nomer satu tentunya Tonari no Totoro. 

Untungnya Chloe sudah mulai bisa memahami nuansa cerita, jika bukan jalannya cerita. Dia masih lebih memilih film animasi yang banyak lagu dan menari, tapi dia juga sudah mengenali aneka macam bentuk dalam gambar. 

Mengulang Tonari no Totoro beberapa kali, saya jadi memperhatikan hal-hal selain jalannya cerita. Hayao Miyazaki terkenal sebagai sutradara yang sangat memperhatikan detil. Ia tidak asal memilih cerita untuk diadaptasi ke film. Dalam karya animasinya, ia sangat memperhatikan simbolisme. Kebanyakan kisah dalam filmnya menampilkan sosok perempuan yang kuat dan mandiri.

Dalam Tonari no Totoro, sosok perempuan itu ada pada Satsuki dan Mai Kusakabe. Ibu mereka sakit cukup parah rupanya, sehingga harus tetap tinggal di Rumah Sakit untuk waktu yang cukup lama. Jadilah mereka hanya bertiga dengan ayahnya. 

Satsuki menyiapkan segala sesuatunya sendiri. Ia memasak. Membersihkan rumah. Sekolah. Mengajak main Mai. Mai sendiri selalu menekankan bahwa ia tidak takut. Pada apa pun. Termasuk ketika di rumah baru mereka ternyata ada mahluk yang diam-diam merayap tetapi bukan cecak. Mai bahkan sempat menangkap salah satunya.
Tapi saya kagum sekali pada bagaimana tokoh ayah dan ibu digambarkan, meskipun porsi mereka hanya sedikit. Mereka sungguh dewasa dan kalem. Misalnya ketika kedua anaknya ribut bahwa di rumah baru mereka ada hantu, si ayah menjelaskan secara logis bahwa setelah dari tempat terang lalu ke tempat gelap, kadang-kadang pandangan kita berbayang. Ayah juga mencontohkan sebaiknya kita tertawa dan gembira untuk mengusir rasa takut.

Berikutnya, ketika Mai mengaku sudah bertemu dengan tiga Totoro, yang kecil, yang besar dan yang BESAARRR SEKALIII, ayah menanggapi bahwa Mai istimewa dan beruntung sekali bisa bertemu dengan penunggu hutan itu. Sungguh positif! Mereka lalu mengunjungi pohon cendana raksasa yang umurnya ratusan tahun dan memberi hormat. 

Ibu yang ada di rumah sakit juga dengan luwes memuji kedua anak perempuannya. Berterima kasih pada Satsuki yang sudah menyisir rambut Mai. Lalu mengatakan pada Mai bahwa ia manis dan beruntung karena rambutnya sudah disisirkan Satsuki. Saya dan adik saya punya masalah sibbling rivalry, jadi melihat dinamika keluarga Kusakabe ini, sungguh membuat saya tersentuh. Sejauh ini belum ada rencana memberikan adik untuk Chloe, tapi seandainya ada, semoga mereka berdua bisa kompak dan manis seperti Satsuki dan Mai.


Lalu... kakak beradik Kusakabe yang pemberani dan berpikiran positif ini juga sangat mencintai lingkungan! 

Mungkin karena mereka tidak punya tv ya?

Comments

Niken said…
mungkin karena mereka tinggal di desa, bert...

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Monster Playgroup (Pt. 1)