Anak Kaleng


Dulu, paska melahirkan saya, Yang Mulia Ratu Alam Semesta Ibunda saya ternyata gagal menyusui. Setelah 7 hari produksi ASInya berhenti sehingga saya pun diberi susu formula. Adik saya juga mengalami hal yang serupa, tapi dia kurang beruntung dibanding saya karena dia cuma dapat 4 hari saja.

Dulu ada becandaan kalau minumnya susu ibu ya berarti anaknya ibu, kalau minum susu sapi berarti jadi anak sapi. Susu yang saya minum adalah susu kalengan, jadi, saya anak kaleng dong?

Karena saya adalah anak yang dibesarkan dengan botol susu, konsep menyusui menjadi sesuatu yang cukup samar bentuknya di kepala saya.  Saya tahu bayi yang baru lahir itu minum susu sering sekali. Saya tahu pada tahapan usia tertentu bayi akan mulai diperkenalkan pada makanan selain susu, seperti bubur. Saya tahu produk-produk susu formula dan makanan bayi di supermarket. Tapi saya tidak tahu apa-apa soal menyusui. Yaiyalahya. Wong belum pernah netekin sama sekali.

Lalu Kunyit pun terjadilah. Saya memutuskan ASI karena alasan ekonomis. Sambil harap cemas sebab khawatir kegagalan menyusui yang terjadi pada ibu saya itu karena faktor genetika. Saya membaca segala macam literatur tentang tips dan trik meningkatkan produksi ASI, aneka macam persoalan yang meliputi pabrik ASI dan cara mengatasinya, dan soal perlekatan yang baik.

Mulutnya harus terbuka selebar mungkin sebelum menempel di dada.
Latihan agar koreografi awal perlekatannya bisa kompak dan bagus itu susah, pemirsa


Di sekeliling saya jarang ibu menyusui. Yang setelah saya pikir-pikir ya... agak aneh juga gak sih?. Yang sering saya lihat adalah bayi minum susu dari botol. Di tempat umum, di mana saja. Botol. Bayi. Botol. Dot. Empeng. Saya tidak tahu apa itu "perlekatan yang baik". Katanya perlekatan yang baik menghindarkan lecet pada pabrik susu. Semua literatur yang pro ASI menyatakan bahwa menyusui itu seharusnya tidak sakit tidak lecet, asalkan perlekatannya baik. Ya sudah saya percaya saja. Untung di internet banyak ibu-ibu yang cukup rela membiarkan gambar pabriknya diunggah untuk memberi contoh perlekatan yang baik versus perlekatan yang salah.

Kemudian lahirlah Kunyit. Saya gagal melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini karena kurang ngotot pada tenaga kesehatan yang membantu saya melahirkan. Ketika pertama kali Kunyit sampai di gendongan saya, saya udah semangat dong mau mencoba menyusui... eh... anaknya teler. Gak bisa melek. Ternyata karena dia sudah keburu diberi sebotol susu formula ketika saya masih tepar dijahit-jahit. Alasannya karena si Kunyit sudah keburu teriak-teriak marah sebab lapar. Bagaimana ya, buah tak jatuh jauh dari pohonnya... *ehem*.

Tapi jangan kuatir pemirsa, 8 jam kemudian saya pun duduk di kursi ruang menyusui yang kurang nyaman selama enam jam, belajar menyusu bersama Kunyit. Lepas. Nempel. Lepas. Nempel. Pindah dari kiri ke kanan ke kiri lagi. Saya sampai memotret si Kunyit dan pabrik ASI untuk meyakinkan diri bahwa posisi si Kunyit pada pabrik itu sudah mirip dengan gambar-gambar perlekatan yang baik di internet.

Dari empat posisi ini kami cuma bisa dua.


Tiga hari pertama setelah melahirkan yang keluar dari pabrik ASI saya cuma kolostrum, dan dalam jumlah normal: sedikit. Sementara menurut para suster ruang bayi, Kunyit sudah mampu menghabiskan susu formula 60ml sekali minum. Ini adalah banyak, pemirsa. Biasanya bayi baru lahir itu kalau diberi susu formula takarannya 30ml sekali minum. Karena tidak diijinkan membawa dia ke kamar rawat tempat saya menginap, saya ngotot minta mereka memanggil saya ke ruang bayi tiap kali Kunyit nangis karena lapar. Tentu saja Kunyit menangis laparnya sekejap setelah saya tinggal balik ke kamar, soalnya dari pabrik ASI mungkin dia cuma dapat 5ml, sementara kalau dari botol bisa 60ml. Jadi, selama di Rumah Sakit kalau malam si Kunyit minum formula. Enampuluh mililiter pula.

Ibu-ibu hardcore ASI eksklusif bisa ribut kalau baca ini. Bayi kena sufor itu kayak bid'ah gitu deh. Saya juga menyesalkan perihal sufor itu, tapi karena sudah terjadi, yasudahlahya. Saat itu saya tidak mau stress berkelahi dengan pihak rumah sakit supaya Kunyit bisa tidur di pelukan saya di kamar rawat. Konsekuensinya adalah mondar-mandir dari kamar rawat ke ruang bayi dan duduk lama di kursi lipat kurang enak yang tersedia di sana dengan Kunyit. Saya biarkan Kunyit dijejali sufor kalau malam. Saya cuma bertekad, sepulang dari RS ya ASI saja tanpa sufor. Karena sufor mahal untuk jangka panjang. *tetep* *konsisten*

Yang Mulia Ratu Alam Semesta Ibu saya semangat betul menanggapi rencana ASI saya. Mungkin karena ketidakberhasilannya dulu itu. Begitu Kunyit lahir saya harus minum sinom dua liter tiap hari. Sinom itu minuman tradisional yang dibuat dari daun pohon asam yang masih muda (nom), direbus dengan kunyit (yang tanaman, bukan yang bayi), dan diberi gula jawa.

Selain dicekoki sinom, selama di bawah naungan rumah beliau saya juga wajib minum hampir satu liter air rebusan kacang hijau setiap harinya. Totalnya hampir tiga liter dua jenis minuman itu. Saya juga harus ngemil kacang tanah yang disangrai, makan kaplet daun katuk dan kukusan pepaya muda yang masih hijau tambah ikan laut. Ini pun masih ditambah pil Moloko dari dokter kandungan, yang konon mampu merangsang keluarnya ASI.

Upaya berganda ini menuai hasil dengan gemilang. Lima hari setelah melahirkan produksi pabrik saya mulai mengejar kebutuhan si konsumen tunggal. Dia tidak lagi harus menempel dua jam lamanya tiap kali merasa lapar. Usia seminggu, Kunyit cuma butuh 20 menit sekali menyusu untuk merasa kenyang. Sekali peras satu pabrik, saya bisa mengisi botol sampai 30ml padahal 3 hari sebelumnya cuma dapat 10ml. Kesuksesan ini tentu saja membuat Ibu saya girang. Jadi, resep sukses itu pun diteruskan sampai saya harus kembali ke Jogja sebulan kemudian :)

Adalah wajib memberi bayi ASI saja sampai 6 bulan. Sebaiknya anak terus mendapatkan ASI hingga usia satu tahun. Bagus kalau pemberian ASI diteruskan sampai usia 2 tahun. Ada teman yang baru berhenti menyusu pada ibunya di usia 4 tahun, yang membuatnya ditertawakan hingga kini (termasuk oleh saya bwahahaha). Saya sendiri akan menyusui Kunyit sampai dia berhenti dengan sendirinya. Kalau ternyata nanti dia baru mau berhenti di usia empat tahun, mungkin itu karma saya menertawakan Blanyuk. Bwahahahaha.





Comments

Veera said…
ah. aku gatau dulu disusuin asi ato enggak .____.
M. Lim said…
tanya nyokap dong :)

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again