Akseptor KB = Dewasa. Konon.


Sekitar dua pekan setelah saya melahirkan, Ratu Alam Semesta Ibu saya berkata sebaiknya saya membuat janji ketemu dengan dokter kandungan untuk memasang IUD. "Harus segera dipasang. Jangan sampai nanti kesundul, kasian si Kunyit," begitu kata Ibu saya.

Sundulan yang cantik... dan... GOOOOLLL!

Kesundul adalah istilah di kalangan terbatas, yaitu ketika si anak belum genap setahun, tapi ibunya sudah hamil lagi. Itu terjadi pada beberapa orang yang ibu saya kenal, dan yang saya tahu pasti terjadi pada sepupu saya. Anak pertamanya baru berusia 5 bulan dan istrinya sudah hamil lagi 3 bulan. Gas pol jek!

Percakapan mengenai seks dan kontrasepsi selalu berjalan agak janggal dan jengah di antara kami, ibu dan anak, walaupun konsep KB dan kontrasepsi bukan hal yang asing bagi saya. Sebagai tenaga medis profesional, Ibu saya adalah bagian dari pelaksana kampanye KB pemerintah RI di era 1980-an. Saya yang masih TK pernah ikut beliau keliling dalam program PUSLING (Puskesmas Keliling) dalam hal kampanye KB. Sesungguhnya sejak kecil saya tahu apa itu kondom, pil kb, kb suntik, kb susuk. Kalau ada geek KB, sayalah orangnya.

Nah, jadi ya pemirsa sekalian, yang namanya perempuan menyusui itu jadwal menstruasinya terceraiberai. Ok, terceraiberai adalah bukan istilah yang tepat. Tapi intinya, selama menyusui eksklusif, terutama sampai dengan usia bayinya 6 bulan, sebetulnya ini adalah bentuk kontrasepsi yang cukup efektif. Konon persentase efektifitasnya 98% gitu. Hampir sama seperti kalau minum pil KB. Tapi sebaiknya jangan main-main dengan prokreasi, jadi kalau nggak pingin kesundul ya sebaiknya pasang alat KB.

IUD adalah Intrauterine Device, kalau bahasa lokal sih Spiral KB lah ya.  Jadi dia dipasang di dalam rahim, menutupi saluran telur, supaya kalau ada pasukan sperma, mereka nggak ketemu dan jadi. Jadi apa? Jadi bayiiii :D

seriously mean looking devices, eh?


"Tapi ini belum selesai nifasnya."

"Dulu aku pasangnya juga belum selesai [nifas]. Daripada nanti belum kepasang sudah kemasukan burung!"

Oh yes, we were totally having a very very adult conversation (bersemu pink dari ujung jempol kaki ke ujung rambut kepala). Sementara itu si kelinci kecil lagi mabok di pangkuan saya, kekenyangan susu.

Ketika akhirnya ke dokter kandungan untuk kontrol dan sekalian buat janji pasang IUD, ternyata beliau akan pergi liburan dan baru buka praktek dua pekan setelah tanggal jadwal saya dan Kunyit pulang ke Jogja. Batal deh pasang IUD di Surabaya.

Sepekan lalu akhirnya saya ke dokter kandungan saya di Jogja. Hal pertama yang ditanyakan pak Dokter selepas bertukar apa kabar, baik, bagaimana anaknya adalah: "Kok kamu ke sini? Hamil lagi?" Dalam hati saya salto dua kali ke belakang langsung split.

Saya utarakan niat saya untuk pasang IUD. Dokter bertanya apakah sudah menstruasi. Saya bilang belum. Ya karena memang belum. Dokter bertanya apakah sudah menyusui. Ya pak dok, eksklusif. Dokter bertanya apakah sudah berhubungan. Saya bilang sudah. Begitulah. Lalu tampang pak dokter nampak keruh. Lalu saya pun dalam hati kembali salto dua kali ke belakang tapi kali ini langsung nabrak tembok.

Pak dokter meresepkan obat hormon, dalam 10 hari kalau saya tidak menstruasi diminta kembali, kalau menstruasi diminta kembali pada hari ketiga mens-nya untuk dipasang IUD.

Okay.

"Jangan berhubungan dulu ya mbak," begitu pak dokter berpesan. Baiklah pak dok. Hey manyun! you, me, END!

Ternyata empat hari kemudian saya jadi menstruasi. Yang kemudian tadi malam itu saya dan manyun dan kunyit pun pergi ke praktekan dokter, untuk dokter memasang IUD pada saya (keram gak enak gitu ya bok prosesnya, ih). "Minggu depan kembali ke sini untuk kontrol ya mbak. Kontrolnya nanti seminggu, sebulan, 3 bulan, lalu setiap 6 bulan. Sampai minggu depan jangan berhubungan dulu," begitu pesan pak dokter sambil mencuci tangan. Baiklah manyun! Kita main mahyong aja ya!

Ya, pak dokter juga boleh ikutan main lah nanti gantian. 

Sepulang dari praktekan dokter, kami merayakan terpasangnya si IUD dengan makan enak untuk mengobati perasaan galau akibat perut yang jadi kram. Selain karena laper dari siang belum makan :D

Lalu... lalu saya merasa... dewasa. Yeah. Perasaan apeu itu. Soalnya kan saya sebetulnya sudah manula.

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Main ke Desa