Lelaki Amfibia
"Yang menjadi masalah terbesar pada saat muncul peraturan bahwa nama-nama Cina itu harus diIndonesiakan adalah karena nama itu mengandung sejarah, dan menghapuskan itu seperti memotong akar, memutus hubungan dengan garis sejarah keluarga. Sementara buat orang Cina, sejarah dan keluarga itu penting." -- JSi manyun keturunan Cina. Oleh keluarganya dia dikenal sebagai anak ketiga keluarga Lim dengan nama semacam syair doa dalam bahasa Cina. Saya tidak mengenalnya dengan nama itu. Dalam ranah legal yang berkaitan dengan tata administrasi dan pencatatan hitam di atas putih di negara Indonesia ini dia punya nama Indonesia, Jaya.
Memiliki dua nama itu membuat dia nampak seperti amfibi di mata saya, hidup di dua dunia yang berbeda. Lebay betul ya kedengarannya. Perasaan ini timbul ketika pertama kali saya melihat dan mendengar dia berkomunikasi menggunakan bahasa ayahnya tiga tahun lalu, kami sedang berada di restoran masakan Pontianak langganan dia. Si tukang masak datang menghampiri meja menyapa dan entah menanyakan apa, lalu mereka berbincang singkat sekitar semenit dengan bahasa Tiociu. Tiba-tiba si manyun berubah menjadi orang yang tidak saya kenali. Gegar kedua terjadi ketika dalam acara tandatangan kontrak awal tahun ini, salah satu Ii' si manyun bertanya, "Kamu panggil dia apa?" Glek. Adakah si manyun yang saya kenal bukanlah si manyun sebenarnya? (Jengjeeet).
Kelinci kecil saya akan menjadi amfibia juga, terutama kalau ternyata dia unyil dan bukan kunyit. Adalah hak dia untuk mendapatkan syair doa dalam namanya, sebagaimana tradisi dalam keluarga bapaknya.
Jangan salah, si manyun orang Indonesia. Dalam berbagai aspek, dia ini lebih Indonesia daripada orang-orang yang hanya memiliki satu nama berbau Indonesia. Tapi dia tidak keberatan kalau mendengar orang merujuk pada dirinya dengan menempelkan predikat Cina. Karena dia memang cina.
Comments
Kata pertama adalah nama marga.
Kata kedua diambil dari puisi keluarga. Jadi tiap marga itu punya puisi kuno gitu, dan pemberian nama anak lelaki keluarga itu diurut dari tiap huruf dalam puisi itu, jadi kalau sesama marga bakalan ketauan itu anak keturunan nomer berapa berdasarkan urutan huruf puisi itu. Kalau satu puisi habis, diulang lagi dari awal urutannya.
Kata ketiga adalah nama si anak itu sendiri.
Gabungan kata kedua dan ketiga jika dibaca punya makna tersendiri.
Keren ya? :)
Eh, tapi aku punya marga Cina, ding, "Pang".
Cuma berhubung aku nggak tau artinya dlm Bahasa Cina, jadi aku terjemahin ke Bahasa Sunda aja. Namaku maknanya "Tolong". Sungguh tidak puitis dan tampak tak berdaya adanya, ya ...?