Bahasa Rahasia



Semenjak minggu kesepuluh saya mendapati diri saya dianugerahi kemampuan baru. Sebuah bahasa rahasia dari perkumpulan yang tidak begitu rahasia.

Beberapa orang mulai mengajak saya bicara dengan bahasa rahasia itu. Saya seringkali baru menyadarinya separuh jalan. Yang lebih mengagetkan lagi adalah ketika menyadari bahwa terkadang sayalah yang mulai pembicaraan berbahasa rahasia. Tentang payudara yang sakit, aerola yang berubah warna menjadi gelap, pertambahan berat badan dan perluasan ukuran pakaian, kebutuhan untuk berulangkali pergi ke kamar mandi karena isi lambung atau kandung kemih, berbagai jenis makanan minuman dan kegiatan yang dipantangi, nama dan alamat praktekan para dokter atau klinik berikut daftar harga jasa yang ditawarkan, hingga kepercayaan tradisional baik yang bisa dinalar maupun tidak. Mungkin, terkadang, saya tanpa sadar bahkan mulai mengajak teman lama non-perkumpulan rahasia untuk berbahasa rahasia juga. Rasanya seperti euphoria yang agak memalukan.

Tapi entah kenapa, sepertinya penguasaan baru saya atas bahasa rahasia itu tidak dapat mengkomunikasikan kecemasan saya yang melampaui kecemasan akan kulit perut yang pecah, ukuran baju yang mungkin tak akan pernah kembali normal, kemungkinan luka sobek dan jahitan, misalnya.

Kecemasan tentang perubahan saya tidak pernah tercakup atau diutarakan dalam norma percakapan standar dengan sesama anggota perkumpulan rahasia itu. Iya. Saya berubah. Setiap detik. Setiap menit. Setiap jam. Setiap hari. Setiap pekan berlalu, saya semakin berubah. Tidak hanya fisik tetapi juga mental. Mendadak saya memahami berbagai hal yang sudah pernah saya ketahui sebelumnya, lalu perlahan kemudian saya mulai melihat dunia ini dari perspektif yang cukup berbeda. Perspektif yang berbeda melahirkan kecemasan yang juga berbeda.

Seringkali saya berpikir, tidak mungkin ini saya alami sendirian, pasti teman-teman baru saya itu juga merasakan hal yang sama. Mungkin, sama seperti saya, mereka juga tidak bisa mengutarakan kecemasan  mereka. Mungkin, teman-teman baru saya yang lain, yang lebih berpengalaman, tidak ingin tampak seperti kelewat ikut campur atau sok menggurui dengan menyinggung tema kecemasan ini.

Mungkin. Memang. Cuma saya yang punya masalah semacam ini.

Little J berkomunikasi dengan saya menggunakan bahasa rahasia juga. Saya bisa merasakannya bergerak kesana kemari dalam rongga tubuh saya. Sayangnya saya belum bisa mengerti dan paham apa maksud dan maunya. Kadang-kadang saya bicara padanya, tak terlalu yakin dia bisa mengerti saya. Semoga dia selalu memahami bahwa saya adalah saya, dan bahwa saya mencintainya.



**Bral Geura Miang (2004) yang saya pinjam di atas itu adalah karya Titarubi

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again