Kawin (bagian 1)

Saya menikah.

Karena ya memang sudah waktunya.


Meskipun dari dulu saya pingin nikah, tapi ternyata setelah dipikir-pikir lagi, saya gak pernah punya bayangan upacara pernikahan macam apakah yang saya idamkan. Beberapa orang yang saya tahu dan saya kenal sudah mencanangkan mereka ingin apa saja di hari pernikahan mereka: cincin macam apa, kebaya putih model bagaimana, rangkaian upacara adat apa, resepsi di mana, siapa saja yang diundang dan datang, foto pre-wedding memakai baju apa dengan lokasi di mana. Saya pernah berusaha membayangkan semua itu dalam rangka visualisasi positif, tapi tidak pernah bayangan tersebut utuh. Yang jelas saya tidak ingin memakai baju berwarna putih, dan saya ingin ada satu lagu khusus yang diperdengarkan di hari saya menikah. Lagu itu berganti-ganti sesuai usia, tapi 5-6 tahun belakangan ini yang terngiang di kepala selalu satu judul saja.


Pernah satu kali tercetus ingin membuat foto semacam foto prewed, terinspirasi cover album Jay-Jay Johanson yang berjudul Poison. Menurut saya keren juga, mungkin bisa pinjam gagak dari karya Agus Suwage seri Edgar Allan Poe itu, lalu ada Beka dan Abi dan Cumi juga (berhubung Cumi sudah tiada, maka posisinya tentu saja digantikan oleh Upil). Saya bayangkan, ah keren betul, sekalian foto keluarga. :D




tuh kan, keren kan? 


Tapi ya entahlah. Ternyata ketika sudah datang masanya, biarpun antusias, saya males memikirkan detil-detil kecil. Yang heboh tentu saja Yang Mulia Ratu Alam Semesta Ibunda saya. Untunglah upacara pernikahan itu dirancang sekecil dan seminimalis mungkin, sehingga tetek bengek kericuhan akibat seluruh keluarga urun rembug dapat dihindarkan. Bukannya tidak ingin berbagi kebahagiaan, tapi seringkali kalau semua urun rembug acaranya jadi terlalu besar terlalu luas terlalu melelahkan. Ya toh?


Urusan dokumen legal diserahkan pada saya dan si manyun. Berkat proses pengurusan dokumen legal ini kami jadi bisa membandingkan efisiensi birokrasi kantor pemerintahan di Kecamatan Keraton Kotamadya Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Kecamatan Gubeng Kotamadya Surabaya Provinsi Jawa Timur. Untuk mengurus KTP dan surat pengantar pindah nikah, si manyun cuma dikenai biaya 3 ribu rupiah di kantor kecamatan Keraton, lalu di KUA kecamatan Keraton ia mendapat informasi bahwa biaya pencatatan pernikahan adalah 30 ribu dan jika dilangsungkan di KUA maka ditambah biaya seikhlasnya untuk penghulu. Di Surabaya kami kena pungli 30 ribu di kantor kelurahan Baratajaya, dan dimintai biaya 400 ribu di kantor KUA Kecamatan Gubeng, keduanya tentu saja tidak disertai tanda terima dan tidak jelas peruntukannya. Oh ya sudahlah, berhubung sudah terjadi saya bisa apa-apa selain mengikhlaskan saja sesudah menuliskannya di blog ini. AHAHAHAH!


Tanggal sudah ditentukan, dokumen sudah selesai, tinggal muncul di KUA pada hari H bersama wali nikah dan dua orang saksi yang lelaki dan muslim. Oke. Sementara itu ibu saya sudah sibuk mengatur acara jemput-menjemput besan/mertua dan sanak saudara dari bandar udara, acara makan siang bersama sesudah akad nikah, berapa kotak makanan yang harus dipesan untuk disebarkan ke tetangga dan sanak famili. Saya sebetulnya ingin yang jauh lebih sederhana, tapi ya sudahlah. Terima jadi saja :D


Si manyun kebagian tugas menyiapkan undangan dan pemberitahuan untuk dikirim ke keluarga dan sanak famili, sementara saya diberi satu set kain sasirangan untuk dijahitkan menjadi baju pengantin. Warna kainnya coklat, yang ternyata matching dengan sarung untuk si manyun. Ahay! Mau dijahit macam apa ya ini?


Saya tahu biasanya para mempelai perempuan yang berbahagia ingin sesuatu yang istimewa yang proses menjahit dan fittingnya minimal 3 bulan sebelum acara. Saya cuma punya waktu kurang dari 3 minggu. Selain itu di kepala saya langsung terbayang baju kurung hitam katun polos dengan kain sasirangan dililit santai sebagai bawahannya. Sederhana betul ya? Bert Niken langsung berkomentar, BAJU APA ITU?! KENAPA KAYAK PETANI BEGITU?!! waktu saya kasih bocoran saya menjahitkan apa. Hihihi, saya sengaja tidak memberitahukan ibu saya karena reaksinya pasti sama. Jangan salah, bajunya boleh sederhana tapi perhiasannya harus spektakuler! Nggak usah yang mahal, yang palsu plastik juga oke, tapi meriah membahana!


Tanpa diduga Bert Niken mengorganisir bert-bert lainnya dan memberitahu saya, perhiasan meriah akan datang dari Jakarta bersama dengan rombongan Kappaletta yang saya minta menyanyikan lagu di saat makan siang bersama :D PAS!

Comments

Nia Janiar said…
This comment has been removed by the author.
Nia Janiar said…
Pertama: Selamat.

Kedua: Mana foto-fotonya?

Ketiga: Komentar selanjutnya nunggu postingan selanjutnya ya.
M. Lim said…
upload fotonya di facebook saja ya :) nunggu pas lowong sekali soalnya boo.. banyak aja lah itu fotonyaaaa

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Monster Playgroup (Pt. 1)