Bagaikan di Guang Zhou


Dengan semangat kepraktisan yang luar biasa, J dan saya sepakat untuk melegalisasikan hubungan hitam di atas putih melalui tatacara keagamaan Islam. Dengan berbekal kekompakan ini kami berangkat ke Surabaya dengan dua niatan: pengakuan dosa sekaligus pengumuman dan mencari informasi lebih lanjut apa saja yang dibutuhkan untuk legalisasi hubungan tersebut.

Walaupun sudah diduga, tetap saja siyok. Setelah sesi pengakuan dosa yang mencekam selama beberapa jam, Yang Mulia Ratu Alam Semesta langsung melancarkan tindakan darurat dan ngebut gigi lima menembus birokrasi. Rencana kami yang santai leyeh-leyeh untuk mengumpulkan informasi sambil jalan langsung terpotong jalan tembus.

Dalam 36 jam si manyun pun bersyahadat. Suasananya cukup ceria dalam hati, kami senyam-senyum terus karena kalau ketiwi-ketiwi nanti dikeplak dewan takmir masjid dan dianggap gak serius. Padahal ini serius lho.


Masjid Guang Zhou ini.. eh... Masjid Cheng Hoo ini tergolong baru. Dengan semangat akulturasi budaya, beberapa detil arsitekturnya khas Cina. Ukurannya tidak terlalu besar tapi nampaknya penuh aktifitas, setidaknya itu yang terlihat waktu kami di sana. 

Di masjid, si manyun dapat peci bundar, dengan ornamen semacam bergaya Cina. Dewan takmir masjidnya sersan: serius tapi santai. Saya bolak-balik menunduk karena menahan tawa mendengar si manyun dikerjain berkaitan dengan peci itu. 

Jagoan, dalam satu jam langsung fasih, tapi tetep dikerjain pas manggung

Mencari baju koko buat si koko itu tidak mudah. Dia manyun karena modelnya rata-rata dari bahan yang kliwir-kliwir, dengan hiasan bordir. Saya sempat nemu yang batik warna merah, cakep sekali! Si manyun menatap baju itu dengan manyun. Cih! Untunglah kemudian nemu yang hitam ini. Hitam dan sederhana. :) Walaupun kemudian kancingnya dia pretelin karena kami sama-sama berpendapat warna dan bahannya gak oke. Hm, tinggal saya yang harus cari baju juga nih. Yang agak mecing, begitu. Hihihik.... Sarung hijau itu dapat pinjam dari adik saya. Baju kuning yang saya pakai itu juga pinjim punya adek saya. Namanya juga darurat.

Dengan kekuatan emergency response, kami diperkirakan harus kembali lagi ke Surabaya 2 kali lagi, lalu... lalu santai lagi sejenak sebelum little J datang.



Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again