Bagaikan Petualang di Halaman Belakang bagian 1

Dengan lapang dada saya menyatakan bahwa saya bukanlah pramuka walaupun sampai kelas 6 SD saya masih mengikuti ekstra kurikuler wajib ini di sekolah.

Dengan takjub saya mengakui bahwa terakhir kali saya pergi berkemah usia saya masih 10 tahun, dan itu pun bukan benar-benar berkemah karena tenda-tenda sudah berdiri di halaman sekolah ketika kami datang sehingga sejatinya itu seperti pindah menginap semalam saja di sekolah.

Sungguh luar biasa bahwa akhir pekan tanggal 22-23 Mei kemarin saya pergi kemping bersama-sama pacar dan teman ke pantai Selatan Yogyakarta.

Ini adalah kunjungan saya yang ke-empat ke pesisir Selatan DIY. Kunjungan saya yang pertama pada tahun 1995 bersama 240 teman seangkatan di sekolah menengah pertama, dalam rangka merayakan kelulusan kami. Pantai Parangtritis hanya kami kunjungi selama 2 jam saja, dan tidak meninggalkan kesan indah di benak saya. Rasa-rasanya malah tidak meninggalkan kesan apa pun.

Kunjungan kedua di penghujung 2007 dengan seorang lelaki yang berhutang janji membawa saya menilik pantai berpasir putih sebelum saya harus kembali ke Bandung. Kami berdua saja naik motor pinjaman, berangkat dadakan pagi-pagi dan pulang sore-sore. Entahlah apa nama pantai itu, yang letaknya kurang lebih 2km ke arah Timur Pantai Sundak. Saya tidak berjemur, pantai itu tidak bisa dipakai berenang, dan pantat saya pegal sekali sehingga kemudian setelah perjalanan saya bersumpah untuk tidak akan naik skuter matic mini jika harus menempuh perjalanan berdurasi lebih dari 1 jam. Kunjungan kedua itu tetap mengesankan, meninggalkan kenangan (termasuk pegal pantat yang dialami) karena lelaki itu tak lain dan tak bukan adalah prinscarming yang baik hatinya.

Kunjungan ketiga di penghujung 2009 dengan dua orang teman yang sedang berpacaran. Mereka menyewa mobil beserta supir, sehingga kami terhindar dari bersepedamotor menempuh perjalanan 2 jam. Namanya juga nebeng gratisan, bonus saya muntah dua kali karena mabuk kendaraan adalah bukan suatu hal yang berarti. Apalagi pada kunjungan ketiga ini setelah makan ikan bakar dengan sambel yang jahanam pedasnya nikmat, teh yang diseduh air payau yang tidak memuaskan dahaga, saya berhasil berenang-renang di air sejuk Pantai Ngrenehan, di antara kapal-kapal nelayan yang bersliweran.

Ngrenehan, sejuk

Kunjungan keempat ini tadinya hendak menuju lokasi pantai yang jarang dikunjungi turis bernama Pantai Timang. Prinscarming yang menghabiskan 18 tahun hidupnya di Jogja tidak pernah mengunjungi pantai itu, apalagi saya yang baru pindah ke Jogja setahun yang lalu.
Survei yang dilakukan oleh prinscarming dan teman-teman memberikan hasil yang mencengangkan. Pantai itu sesungguhnya tidak banyak pasirnya, lebih banyak tebing karangnya, bayangkan saja tanah lot. Lalu dari tebing satu ke tebing lainnya ada semacam wahana transportasi berupa kursi yang bisa dikerek. Konon dari sinilah nama Timang berasal.

Dicemaskan tidak terdapat vegetasi yang memadai di lokasi pantai, ditambah medan yang harus ditempuh berjalan kaki hingga 2 km untuk menuju ke pantai tersebut, jelas membuat ciut nyali sebagian besar peserta kemping, karena ini adalah kemping perdana bagi mereka (termasuk bagi saya (baca saja 2 paragraf pertama di atas sana).

beh! nampak uji nyali, pun!

 Setelah lobby sana-sini, akhirnya lokasi kemping digeser ke Pantai Sadranan yang lebih ramah medannya.

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again