Setelah masa berpacaran itu, saya merasa tertipu.
Pada suatu malam Jumat yang Kamisnya libur, saya dan prinscarming pergi menonton di bioskop. Dia bersikeras memilih film Robin Hood, sementara saya sebetulnya sedang lebih ingin menonton How to Train Your Dragon. Karena saya mencintainya, dan jarang-jarang dia kelihatan antusias, pula saya sebetulnya ingin melihat juga isi film Robin Hood, maka kami pun setelah mengantri sejenak mendapat tiketnya. Demikianlah di malam Jumat tersebut kami berpacaran menonton film Robin Hood.
Robin Hood yang telah dikisahkan secara oral verbal semenjak abad 15, telah mengalami berbagai bentuk penafsiran cerita di tangan para pelaku perfilman Hollywood (cieeh). Versi film Robin Hood yang pernah saya saksikan ternyata lebih banyak dari dugaan saya sendiri. Saya ternyata pernah menonton Robin Hood versi Disney, Robin Hood Prince of Thieves, Robin Hood Men in Tights, ditambah dengan versi sutradara Ridley Scott yang terbaru itu. Yang belum saya tonton hanyalah Robin Hood versi Errol Flynn yang kondang. Saya nggak yakin ada tidaknya Robin Hood versi Indonesia dan India, tetapi mengingat dua negara ini sangat suka mengulang-ulang cerita, hampir dipastikan pastilah pada suatu masa pernah dibuat film Robin Hood versi Indonesia dan India.
Kembali ke cerita pacaran sambil nonton film. Saya tergoda trailer film Robin Hood versi Ridley Scott, yang menampakkan adegan romantis, heroik dan gore. Kesan yang ditimbulkan adalah interpretasi kisah legenda yang lebih gelap, lebih sangar.
Film tersebut cukup panjang durasinya, sekitar 2.5 jam. Kami masuk bioskop jam 1 siang, keluar bioskop jam setengah empat sore. Dalam perjalanan pulang saya diam saja. Manyun, merasa tertipu.
Baiklah, adegan heroik penuh darah dan kekerasan memang ada, tapi kalah intens dibandingkan adegan drama-dramaan. Sebagai perbandingan, film King Arthur lebih seru di bidang ketegangan dibandingkan Robin Hood-nya Ridley Scott.
Yang paling dahsyat hanyalah satu adegan dengan pedang: ketika Sir Walter Loxley yang berusia 84 dan buta, menunjukkan harga dirinya sebagai bangsawan Inggris sejati di hadapan sang antagonis Godfrey. Saya mewek tanpa malu-malu.
Kehadiran tokoh Marion seperti kurang dimanfaatkan, hanya pemanis semata. Walaupun saya sadar bahwa temen saya si Ubi pasti berpendapat sebaiknya tokoh itu sekalian saja nggak usah ada, karena Cate Blanchett selalu membuatnya ngantuk dalam 2 menit saja. Selain Marion, tokoh-tokoh lain juga bagaikan embel-embel tak penting yang bersifat permukaan; Little John, Will Scarlett, Allan A'Dayle. Meskipun menggunakan intrik politik Inggris abad 13 sebagai latar belakang, tetap saja seluruh cerita berpusat hanya pada satu orang semata, Robin Hood.
Akibat pemusatan cerita ini, meskipun Ridley Scott berusaha mendobrak penggambaran Robin Hood dengan latar belakang cerita yang berbeda yang dimaksudkan sophisticated dan realistik, tetap saja citarasanya naif karena alam semesta berpusat pada Russel Crowe. Pada satu titik, saya malah merasa cerita intrik keluarga kerajaan itu seperti cerita yang terpisah dan tidak menyatu dengan romantika si pemanah dari hutan Sherwood. Sayang betul.
Yang lucu, dulu Kevin Costner menuai kritik sebagai Robin Hood jejadian karena logat Amerikanya sungguh terdengar aneh dikelilingi logat-logat Inggris, Russel Crowe kali ini ngamuk-ngamuk karena dibilang Robin Hood-nya berlogat Irlandia. Haha. Padahal masih untung Robin Hood-nya nggak dibilang berlogat Madura.
Vonis akhir dari saya, nonton film ini nggak usah di layar lebar alias di bioskop.
Robin Hood
Director: Ridley Scott
Cast: Russell Crowe, Cate Blanchett, Max von Sydow, William Hurt, Mark Strong, Eileen Atkins.
Pada suatu malam Jumat yang Kamisnya libur, saya dan prinscarming pergi menonton di bioskop. Dia bersikeras memilih film Robin Hood, sementara saya sebetulnya sedang lebih ingin menonton How to Train Your Dragon. Karena saya mencintainya, dan jarang-jarang dia kelihatan antusias, pula saya sebetulnya ingin melihat juga isi film Robin Hood, maka kami pun setelah mengantri sejenak mendapat tiketnya. Demikianlah di malam Jumat tersebut kami berpacaran menonton film Robin Hood.
Kembali ke cerita pacaran sambil nonton film. Saya tergoda trailer film Robin Hood versi Ridley Scott, yang menampakkan adegan romantis, heroik dan gore. Kesan yang ditimbulkan adalah interpretasi kisah legenda yang lebih gelap, lebih sangar.
Film tersebut cukup panjang durasinya, sekitar 2.5 jam. Kami masuk bioskop jam 1 siang, keluar bioskop jam setengah empat sore. Dalam perjalanan pulang saya diam saja. Manyun, merasa tertipu.
Baiklah, adegan heroik penuh darah dan kekerasan memang ada, tapi kalah intens dibandingkan adegan drama-dramaan. Sebagai perbandingan, film King Arthur lebih seru di bidang ketegangan dibandingkan Robin Hood-nya Ridley Scott.
Yang paling dahsyat hanyalah satu adegan dengan pedang: ketika Sir Walter Loxley yang berusia 84 dan buta, menunjukkan harga dirinya sebagai bangsawan Inggris sejati di hadapan sang antagonis Godfrey. Saya mewek tanpa malu-malu.
Kehadiran tokoh Marion seperti kurang dimanfaatkan, hanya pemanis semata. Walaupun saya sadar bahwa temen saya si Ubi pasti berpendapat sebaiknya tokoh itu sekalian saja nggak usah ada, karena Cate Blanchett selalu membuatnya ngantuk dalam 2 menit saja. Selain Marion, tokoh-tokoh lain juga bagaikan embel-embel tak penting yang bersifat permukaan; Little John, Will Scarlett, Allan A'Dayle. Meskipun menggunakan intrik politik Inggris abad 13 sebagai latar belakang, tetap saja seluruh cerita berpusat hanya pada satu orang semata, Robin Hood.
Akibat pemusatan cerita ini, meskipun Ridley Scott berusaha mendobrak penggambaran Robin Hood dengan latar belakang cerita yang berbeda yang dimaksudkan sophisticated dan realistik, tetap saja citarasanya naif karena alam semesta berpusat pada Russel Crowe. Pada satu titik, saya malah merasa cerita intrik keluarga kerajaan itu seperti cerita yang terpisah dan tidak menyatu dengan romantika si pemanah dari hutan Sherwood. Sayang betul.
Yang lucu, dulu Kevin Costner menuai kritik sebagai Robin Hood jejadian karena logat Amerikanya sungguh terdengar aneh dikelilingi logat-logat Inggris, Russel Crowe kali ini ngamuk-ngamuk karena dibilang Robin Hood-nya berlogat Irlandia. Haha. Padahal masih untung Robin Hood-nya nggak dibilang berlogat Madura.
Vonis akhir dari saya, nonton film ini nggak usah di layar lebar alias di bioskop.
Robin Hood
Director: Ridley Scott
Cast: Russell Crowe, Cate Blanchett, Max von Sydow, William Hurt, Mark Strong, Eileen Atkins.
Comments
Nggak berkesan2 amat, tapi lumayan, sih, paling nggak Robbin Hood yg ini sudut pandangnya rada beda.
Sebenernya gua juga lebih pengen nongton "How to Train Your Dragon", Mir ... =(