Mabuk Buku 2
Hari Sabtu kembali terjadi persekutuan yang tidak direncanakan. Siang-siang omJ, saya, Ubi dan Nyai Geni memakan bersama. Sesudah perut kenyang kami pun kembali menuju ke arah JEC. Ubi untuk berjualan, saya dan Nyai Geni Goldarbe untuk berbelanja, omJ untuk mengantar saya.
Sesuai dengan firasat saya, Jumat malam saya tingtong, jadi Sabtu saya bisa beli buku. OmJ tidak tertarik masuk ke dalam JEC, banyak buku dan banyak orang bikin pusing. Ya sudah. Saya masuk, dia pulang.
Bekal di kantong rok saya cuma uang 50 ribu. Ini adalah upaya mencegah kalap. Sesuai dengan pantauan sekilas pada hari Kamis, ada komik seharga 2500, dan ada buku dengan kisaran harga mulai dari 8 ribu. Saya secara realistis menetapkan minimal saya dapat 2 buku. Ini tentunya adalah dosa yang kecil, karena di sebelah kasur pun sebetulnya masih ada 3 sampai 4 buku yang belum selesai saya baca.
Sekali lagi, untunglah perut sedang kenyang. Sebetulnya mata juga sedang mengantuk, tapi ternyata dorongan hasrat nerdie dalam diri saya masih ada, sehingga berulangkali saya menyasar di rak buku LKiS, lalu rak buku YOI, membuka-buka halaman buku yang menarik. Tetapi ketika saya intip harganya, oh, 65 ribu. Sementara saya raba kantong, oh 50 ribu.
Saya mungkin lima kali berkata pada Nyai Geni Goldarbe, ke atm terdekat yuk! Untungnya rayuan setan ini diacuhkan oleh si Nyai Geni karena matanya juga mengantuk 95 watt akibat kekenyangan.
Kembali kami berkeliaran di sekitar warung Gramedia yang Jahanam itu. Iman hari itu kuat karena kemarinnya hari Jumat. Setelah 30 menit saya dan Nyai Geni kembali ke warung Ubi membawa kantong plastik berisi:
Madicken dan Lisabet - Astrid Lindgren
Semua Beres Kalau Ada Emil - Astrid Lindgren
Karlsson si Manusia Atap - Astrid Lindgren
The Sisterhood of Traveling Pants - Ann Brashares
Hujan di Akhir Kemarau - Maria A. Sardjono
Uang di kantong saya habis. Ludes. Saya menodong Ubi untuk membagi dua gelas air mineral persediaan warungnya karena gak ada sisa uang buat beli es teh gelasan plastik di beranda luar.
Tapi HORE.
Hore. Akhirnya saya punya buku Sisterhood of Traveling Pants.
Hore. Harganya masing-masing sepuluh ribu.
*terdengar cekikik tawa keji di kejauhan*
Yang mendorong saya membeli buku Maria A. Sardjono adalah sinopsisnya yang yahud, sebagai berikut:
Perkawinan Gita Asmara dengan Hadi mulai retak justru setelah ekonomi mereka mengalami kemajuan. Hadi sering menghujani Gita dengan berbagai pakaian bagus dan perhiasan mewah, tapi bukan karena ingin menyenangkan sang istri melainkan demi gengsi dan melancarkan pembicaraan bisnisnya. Selain itu perkawinan mereka terjadi ketika Gita memergoki Hadi bersama perempuan lain yang menggendong bayi yang wajahnya sangat mirip suaminya itu.
Untuk mengobati perasaannya yang terluka, Gita berlibur ke Jawa Tengah dan Bali. Selain untuk mencari suasana lain, dia ingin mencari inspirasi untuk melanjutkan hobinya menulis novel.
Sayang sekali, di sana Gita malah bertemu pria yang amat menyebalkan, sombong, dan sering memandang rendah semua perempuan. Bagi pria bernama Bagus itu semua perempuan manja, maunya menang sendiri, dan tidak kreatif.
Mereka bahkan pernah bertengkar ketika kebetulan menginap di kamar bersebelahan di hotel di Bali. Bagus marah karena terganggu suara mesin ketik Gita yang berbunyi nyaris sepanjang malam. Akibatnya Gita pindah penginapan da beberapa hari kemudian kembali ke Jawa.
Ketika mengetahui Gita menghilang, Bagus mulai merasa bersalah. Maka dengan tak kentara dia mencoba menelusuri keberadaan Gita. Tanpa sadar, Bagus mengakui Gita berbeda dari wanita-wanita yang ditemuinya selama ini.
Perhatikan bagian yang hurufnya tebal! Romansa dan dramation yang 80's betul!!
Tapi sampai saat menulis entri ini, bungkus plastik buku ini belum saya buka dan belum mulai dibaca isinya.
Sabtu malam itu, sepanjang perjalanan pulang dari JEC, di boncengan motor Nyai Geni saya tertawa-tawa sendiri. Mabuk.
Sesuai dengan firasat saya, Jumat malam saya tingtong, jadi Sabtu saya bisa beli buku. OmJ tidak tertarik masuk ke dalam JEC, banyak buku dan banyak orang bikin pusing. Ya sudah. Saya masuk, dia pulang.
Bekal di kantong rok saya cuma uang 50 ribu. Ini adalah upaya mencegah kalap. Sesuai dengan pantauan sekilas pada hari Kamis, ada komik seharga 2500, dan ada buku dengan kisaran harga mulai dari 8 ribu. Saya secara realistis menetapkan minimal saya dapat 2 buku. Ini tentunya adalah dosa yang kecil, karena di sebelah kasur pun sebetulnya masih ada 3 sampai 4 buku yang belum selesai saya baca.
Sekali lagi, untunglah perut sedang kenyang. Sebetulnya mata juga sedang mengantuk, tapi ternyata dorongan hasrat nerdie dalam diri saya masih ada, sehingga berulangkali saya menyasar di rak buku LKiS, lalu rak buku YOI, membuka-buka halaman buku yang menarik. Tetapi ketika saya intip harganya, oh, 65 ribu. Sementara saya raba kantong, oh 50 ribu.
Saya mungkin lima kali berkata pada Nyai Geni Goldarbe, ke atm terdekat yuk! Untungnya rayuan setan ini diacuhkan oleh si Nyai Geni karena matanya juga mengantuk 95 watt akibat kekenyangan.
Kembali kami berkeliaran di sekitar warung Gramedia yang Jahanam itu. Iman hari itu kuat karena kemarinnya hari Jumat. Setelah 30 menit saya dan Nyai Geni kembali ke warung Ubi membawa kantong plastik berisi:
Madicken dan Lisabet - Astrid Lindgren
Semua Beres Kalau Ada Emil - Astrid Lindgren
Karlsson si Manusia Atap - Astrid Lindgren
The Sisterhood of Traveling Pants - Ann Brashares
Hujan di Akhir Kemarau - Maria A. Sardjono
Uang di kantong saya habis. Ludes. Saya menodong Ubi untuk membagi dua gelas air mineral persediaan warungnya karena gak ada sisa uang buat beli es teh gelasan plastik di beranda luar.
Tapi HORE.
Hore. Akhirnya saya punya buku Sisterhood of Traveling Pants.
Hore. Harganya masing-masing sepuluh ribu.
*terdengar cekikik tawa keji di kejauhan*
Yang mendorong saya membeli buku Maria A. Sardjono adalah sinopsisnya yang yahud, sebagai berikut:
Perkawinan Gita Asmara dengan Hadi mulai retak justru setelah ekonomi mereka mengalami kemajuan. Hadi sering menghujani Gita dengan berbagai pakaian bagus dan perhiasan mewah, tapi bukan karena ingin menyenangkan sang istri melainkan demi gengsi dan melancarkan pembicaraan bisnisnya. Selain itu perkawinan mereka terjadi ketika Gita memergoki Hadi bersama perempuan lain yang menggendong bayi yang wajahnya sangat mirip suaminya itu.
Untuk mengobati perasaannya yang terluka, Gita berlibur ke Jawa Tengah dan Bali. Selain untuk mencari suasana lain, dia ingin mencari inspirasi untuk melanjutkan hobinya menulis novel.
Sayang sekali, di sana Gita malah bertemu pria yang amat menyebalkan, sombong, dan sering memandang rendah semua perempuan. Bagi pria bernama Bagus itu semua perempuan manja, maunya menang sendiri, dan tidak kreatif.
Mereka bahkan pernah bertengkar ketika kebetulan menginap di kamar bersebelahan di hotel di Bali. Bagus marah karena terganggu suara mesin ketik Gita yang berbunyi nyaris sepanjang malam. Akibatnya Gita pindah penginapan da beberapa hari kemudian kembali ke Jawa.
Ketika mengetahui Gita menghilang, Bagus mulai merasa bersalah. Maka dengan tak kentara dia mencoba menelusuri keberadaan Gita. Tanpa sadar, Bagus mengakui Gita berbeda dari wanita-wanita yang ditemuinya selama ini.
Perhatikan bagian yang hurufnya tebal! Romansa dan dramation yang 80's betul!!
Tapi sampai saat menulis entri ini, bungkus plastik buku ini belum saya buka dan belum mulai dibaca isinya.
Sabtu malam itu, sepanjang perjalanan pulang dari JEC, di boncengan motor Nyai Geni saya tertawa-tawa sendiri. Mabuk.
Comments