Efek Psikologis The Hurt Locker, Kecenderungan Kekerasan Pada Penonton Film Bermuatan Kekerasan Tinggi

BTW, Bambang Toko Witjaksono, entri kali ini masih soal Hurt Locker dan mengandung spoiler.  Review yang bebas spoiler bisa diklik di sini. Entri ini tentang efek psikologis dari film yang penuh dengan kekerasan.


Di Teater 1 XXI kami duduk di deretan paling atas paling belakang. OmJ duduk di sebelah kanan saya, dan di sebelah kiri saya adalah sepasang kekasih. Ceweknya duduk pas di sebelah saya, cowoknya di ujung paling kiri di dekat alley. Waktu kami datang lampu sudah digelapkan dan film sudah mulai jadi saya tidak bisa melihat wajah mereka. Saya cuma bisa melihat bahwa baju atasan mereka sama-sama putih. (memakai bawahan, dan kakinya menjejak tanah juga)

Hal pertama yang saya dengar dari cewek di sebelah saya adalah "Itu ngapain sih?" 

*hela nafas*

Terkutuklah engkau wahai pria yang malang, pikir saya dalam hati setelah pertanyaan Itu lagi ngapain sih kembali berulang sampai 3 kali dalam waktu kurang dari 10 menit. Cewek itu karena saya tidak sempat tanya namanya maka sepanjang sisa tulisan ini akan disebut sebagai ILNS (Itu lagi ngapain sih), dan cowoknya yang karena terlalu jauh untuk dicolek dan ditanya namanya maka dalam tulisan ini akan disebut dengan nama Kasihan.

Saya adalah penonton yang ribut, jadi saya akan menoleransi penonton lain yang ribut, SELAMA ributnya adalah yang berkaitan dengan film yang sedang ditonton. Kalau lagi nonton Avatar misalnya, dan mendadak menerima telpon lalu asik aja ribut ngomongin BB si Anu Pinnya berapa saya teh lupa ya eh besok kamu ke mana saya main situ ya ari kamu sudah tau belum eta si Encep putusin Popon, maka penonton ribut semacam ini minta dirajam. Kategori yang sedikit lebih ringan tapi minta disolotin adalah kasus semacam ILNS ini yang akan saya ceritakan detilnya berikut ini:

Pembaca yang budiman, ILNS tak hentinya, pada setiap pergantian adegan film Hurt Locker, bertanya "Itu lagi ngapain sih?" atau "itu kenapa gitu sih?" 

Bagaimanapun juga wahay pembaca yang budiman, namanya juga lagi nonton film ya, nonton itu pakai mata dan mendengarkan juga dengan telinga. Walaupun mencerna dan memproses informasi yang didapat oleh indra penglihatan dan pendengaran memang membutuhkan sel kelabu otak. Karena saya yakin ILNS tidak buta dan pendengarannya juga baik-baik saja, otomatis saya mempertanyakan keadaan sel otaknya.

Tanya: Sedang apakah dia? Jawab: Panen ketela mukibat

Adegan bom dalam mobil sedan di depan kantor UN: "Itu kenapa sih?" diulang sekitar 3-5 kali setiap kali ada elemen visual yang muncul; antara lain pria dengan kamera video, detonator bom yang susah ditemukan, tiga pria di atas menara, dan saya lupa apa lagi.

T: Siapa dia? J: <3 Yang jelas bukan Krisbiantoro.

Adegan ambush sniper di padang gurun yang membuat Sersan JT Sanborn nungguin sampai garing berikut iritasi mata ngintip lensa tele: variasi antara "Itu lagi ngapain sih?" "itu siapa?" dan "kenapa gak ditembak lagi aja sih" diulang sekitar 2 kali untuk masing-masing variasi. Pada bagian ini saya bersorak karena ada Ralph Fiennes. Saya maafkan ILNS kalau dia tidak tahu Ralph Fiennes itu siapa, tapi kalau yang dia maksud adalah tokoh-tokoh dalam film itu... Booo! tonton aja lah dulu, dicermati gituuu...

T: Sedang apakah mereka? J: Ngintip tetangga ganti baju

Adegan Staff Sargeant William James menelpon istrinya tapi lantas tidak bicara apa-apa: "Kok nggak ngomong sih?Aneh" diulang sekitar dua atau tiga kali karena Kasihan yang malang tidak segera menjawab. 

T: Kenapakah dia? J: Gak pakai anukomsel sih, berkali-kali telpon cuma 5 rupiah!

Adegan penemuan contoh bom mayat, yaitu bom yang menggunakan jenazah sebagai selongsong luarnya: "Iiih!" sekitar 4 kali, karena memang jijik, oke lah. "Itu kenapa sih?" "Itu lagi ngapain sih?" ... sheeessh...

Ini baru empat adegan, pembaca yang budiman. Yang paling juara adalah adegan favorit saya, ketika JT Sanborn yang sepanjang film tampak paling cool, terkendali, prajurit idaman yang bisa diandalkan, pada penghujung film akhirnya menunjukkan bahwa dia manusia biasa. Berlinang airmata dia mengaku takut mati setiap kali mereka harus keluar dari pangkalan untuk melaksanakan tugas.

ILNS: Ih, itu kenapa sih? Kok nangis sih?

Saya: ...   *langsung bangkit dan tampar cewek itu bolak-balik plakeplakeplakeplak hakdesz hakdesz!*

ILNS, saya lupa pada adegan yang mana, sepertinya waktu Bom Sedan UN itu, sempat mengeluh merajuk-rajuk karena sepertinya Kasihan menegurnya untuk nonton dululah filmnya jangan tanya-tanya melulu. 

ILNS: (tak ingat kalimat pastinya, tapi kurang lebih) Kan kamu tadi yang mau nonton film ini. Myemyemyemye nyenyenye mimimimi dst dlsb.

Saya hitung ada tiga kali saya terpikir untuk mencoleknya dan berkata "Kalau kamu nggak suka film ini, keluarlah. Tunggulah Kasihan di luar, kasihanilah dia. Belilah cemilan di kafe, nongkronglah. Gak usahlah kau tetep duduk di situ tapi nyaknyeknyaknyek. Ganggu!" 

Pada adegan bom manusia yang gagal diselamatkan, oh adegan itu sungguh panjaaang dan lamaa dan bikin saya stress. Saya memejamkan mata menahan kegelisahan saya sendiri sambil berpikir, apa saya colek ILNS dan mengajak dia keluar bersama-sama daripada saya gampar dia buat melampiaskan kegelisahan saya ya?

Untunglah saya berhasil menikmati Hurt Locker meskipun cobaan di samping kiri saya hampir membuat saya goyah.

Dear Kasihan dan cowok-cowok di luar sana. Kalau mau nonton bareng pacar, bacalah resensi film yang bersangkutan, dan caritahu apakah sesuai dengan kapasitas otak pacar. Pendidikan itu penting tapi tetap harus bertahap dan intensif, harus melalui pembiasaan dulu. Kalau langsung kagetan, nanti kasus semacam ILNS ini bisa terjadi lagi. 

Comments

Nia Janiar said…
Gyahahahaha.. malleeessss. Kenapa tidak kau lakukan sahajaaaa? Hihihi..
M. Lim said…
Karena lagi mood ga pingin ribut. walaupun beberapa kali nyaris meletus. hihihi

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again