Menumbuhkan Kertas di Halaman adalah Bukan Sebaliknya
Pohon sawo besar di depan rumah yang ditinggali si manyun dipangkas beberapa hari yang lalu.
Saya waktu itu menyaksikan dan jadi histeris melihat beberapa tukang muncul membawa kapak dan gergaji mesin, tapi untunglah si sawo hanya dicukur saja rimbunnya, bukannya ditebang habis. Pemangkasan dilakukan karena dikhawatirkan si sawo patah dahan diterpa angin kencang yang menyertai hujan akhir-akhir ini. Kerusakan yang ditimbulkan bisa fatal seandainya dahan yang patah itu lantas menimpa jaringan kabel listrik. Memang sih, setelah dipangkas, rumah si manyun jadi kelihatan terang. Lampu jalan yang sinarnya biasa terhalang rimbun daun jadi bisa lebih maksimal sekarang. Tetap saja agak sedih melihat lebatnya pohon sawo itu jadi minimalis. Pasti lebih sedih lagi ibu-ibu dari Bantul yang rajin merayah hasil buah pohon itu setahun dua kali. Hasil buahnya jelas tidak akan sebanyak sebelumnya.
"Kalau musim hujan biasanya cepet banget kok Sawonya lebat lagi," demikian tetangga si Manyun menghibur. Pohon sawo di halaman rumah si tetangga masih rimbun, saya melirik sirik. Saya baca di koran, puncak hujan terjadi bulan Februari, berarti sebentar lagi musim kering sudah menjelang lagi! Semoga si sawo sempat menghirup air sebanyak mungkin sebelum dihajar panas.
Kira-kira kertas itu dibuat dari pohon apa ya? Saya pikir walaupun saya tahan dan betah membaca buku dalam bentuk digital, tapi saya tidak bisa melepaskan diri dari menulis di kertas. Sepertinya saya harus menanam satu pohon untuk sekian lembar kertas dan pensil yang saya habiskan untuk menulis setiap entah berapa bulan. Menumbuhkan kertas sendiri--ide kampanye yang menarik kan?
Saya waktu itu menyaksikan dan jadi histeris melihat beberapa tukang muncul membawa kapak dan gergaji mesin, tapi untunglah si sawo hanya dicukur saja rimbunnya, bukannya ditebang habis. Pemangkasan dilakukan karena dikhawatirkan si sawo patah dahan diterpa angin kencang yang menyertai hujan akhir-akhir ini. Kerusakan yang ditimbulkan bisa fatal seandainya dahan yang patah itu lantas menimpa jaringan kabel listrik. Memang sih, setelah dipangkas, rumah si manyun jadi kelihatan terang. Lampu jalan yang sinarnya biasa terhalang rimbun daun jadi bisa lebih maksimal sekarang. Tetap saja agak sedih melihat lebatnya pohon sawo itu jadi minimalis. Pasti lebih sedih lagi ibu-ibu dari Bantul yang rajin merayah hasil buah pohon itu setahun dua kali. Hasil buahnya jelas tidak akan sebanyak sebelumnya.
Buat yang nggak tau, ini adalah buah sawo
kalau mungkin sudah tau buahnya, tapi gak tau pohonnya, pohon sawo itu seperti ini
Kira-kira kertas itu dibuat dari pohon apa ya? Saya pikir walaupun saya tahan dan betah membaca buku dalam bentuk digital, tapi saya tidak bisa melepaskan diri dari menulis di kertas. Sepertinya saya harus menanam satu pohon untuk sekian lembar kertas dan pensil yang saya habiskan untuk menulis setiap entah berapa bulan. Menumbuhkan kertas sendiri--ide kampanye yang menarik kan?
Comments