Perang Twilight Saga



Kali ini tentang Twilight Saga.

Karena seri novel Twilight ini sudah sedemikian fenomenal, buat yang belum tahu soal Twilight Saga, silahkan buka Wikipedia dan ketik Twilight Saga, atau Stephenie Meyer.

Sebelum filmnya ditayangkan di Indonesia, demam buku ini sudah terasa dari awal tahun lalu. Bahkan gue dapet cerita, anak TWC udah pernah membahas buku ini dalam salah satu sesi pertemuan. Kesimpulan diskusi mereka cukup kritis, baik yang suka sekali dengan seri buku ini, yang tidak suka, ataupun yang biasa-biasa saja, semuanya dengan damai bisa membahas segi yang lebih dan kurang dari serial ini.

Demam Twilight semakin parah waktu filmnya sudah jadi dan tayang. Gue belum baca bukunya waktu itu, merasa agak malas hambur uang buat beli novelnya (kalau sudah merasa nggak ikhlas keluar modal, memang lebih baik minjem, hihihi). Nonton filmnya aja deh. Yang berhasil gue bujuk buat nemenin gue adalah Aridoki, Riswan dan Bert. Kami niat sekali. Nontonnya midnight. Luar biasa.

Di dalam bioskop, kami berempat mengeluarkan reaksi yang berbeda-beda. Aridoki yang membayangkan horor thriller, macam Beranak dalam Dubur, seketika itu juga melenguh... eh mengeluh... berkali-kali. Ia juga bergeliut-geliut bak cacing di kursinya sepanjang film ini.
Sementara itu, pada saat yang bersamaan, gue ngikik-ngikik sama Bert. Beberapa kali, di beberapa adegan yang dimaksudkan romantes namun nampak super duper lebay di mata kami, gue noleh ke Bert dan melihat ekspresinya yang senyum-senyum aneh pertanda "hhhaaalllaaaahhh" sedang terjadi. Hahaha. Aridoki menggelinjang makin histeris untuk adegan romantis berlebay tersebut.
Di kursi paling pojok, tempat ki Demang Riswan bertahta, nampak ia mengerutkan kening sambil memijit jidat nan lebar pertanda bijak itu. Serius sekali nampaknya. Sepanjang film dia khidmat tak keluar sepatah suara pun. Gue sempet curiga dia ketiduran.

Belakangan, sesudah kami keluar bioskop, terus pulang, terus tidur, terus besoknya ketemu lagi dan ngobrol, ternyata ki Demang Riswan saat menonton itu mengalami guncangan kejiwaan. Dia berusaha mencerna jalan cerita yang mustajab itu dan nyaris gagal. Karena itulah dia memijat jidat, agar pencernaan menjadi lancar. Hahaha.

Gerombolan bling-bling dan itik buruk rupa

Menurut pendapat gue, film Twilight itu nggak istimewa kecuali akibat dia memasang lagu Radiohead berjudul 15 Steps di akhir film. Fakta yang membuat Aridoki mencak-mencak karena merasa kejayaan Radiohead telah dilecehkan dan dinodai dengan terpasangnya lagu tersebut di film Twilight. Biarkanlah, dia memang agak lebay. Hihihi.

Yang gue simpulkan dari nonton filmnya adalah, kualitas ceritanya nggak jauh beda, senada malah, sama Eiffel I'm in Love. Jelas segmennya memang buat remaja sampai dengan umur 17-an lah kalau di Indonesia. Bedanya sama Eiffel, tokohnya vampir dan yang main bule cakep, budget pembuatannya jelas lebih gede, dan musik pengiringnya juga bukan Melly Goeslaw bikin.

Kami berempat yang nonton film itu bareng, sampai dengan saat gue nulis dan posting entri ini, belum membaca satu pun buku Twilight Saga. Gue secara pribadi antara penasaran dan males, dengan prosentase perbandingan 30:70 :p Lagian, setelah nonton filmnya, rasa penasaran yang 30% itu makin berkurang.

Anyway, Aridoki yang nampaknya masih menyimpan bara dalam sekam akibat gue menipu dia buat ikut nonton itu film, tadi pagi ngasih gue sebuah link URL. Isinya sungguh ... hahaha berlebihan.

Nampaknya seri novel Twilight ini mendapatkan banyak pengikut fanatik di Amerika Serikat. Saking fanatiknya, siapapun yang membahas novel tersebut dengan nada kritik sedikit pun (tanpa perduli bahwa kritis bukan selalu berarti tidak suka ya), langsung dicap dan dimasukkan ke golongan Anti. Karena disolotin, kelompok Anti yang tadinya sekedar mengemukakan pendapat tentang novel tersebut pun dengan betenya nyolot balik.

Maka demikianlah terjadi peperangan digital dalam forum-forum fan dan diskusi buku di intraweb, termasuk di Amazon.com, antara kelompok Anti dan kelompok Twitard (twilight Retarded fan) / Twihards (Twilight Diehards fan).

Tapi rupanya Twihards juga memperluas peperangan itu dunia nyata. Korbannya lumayan banyak. Para Anti ini ada yang disumpahin keguguran, ada yang dipukul mulai dari pake botol air sampai pakai tongkat baseball, ada yang dilempar batu bata (berasa intifadah), ada yang didorong dari tangga, ada yang dicolok matanya, dan ada yang disiram Asam H2SO4 terus ditusuk-tusuk pake kompas!

Saking sebalnya para Anti, mereka pun menyusun daftar tindak kekerasan diehard fans Twilight ini. Yak, klik aja ini. Ada link ke berbagai kronologis kejadian kekerasan yang mengerikan.

Jadi gimana nih, mbak Stephenie Meyer. Kok fans jij brutils gitu sih?

BTW, tapi serius lagu Radiohead di akhir film itu bikin kebayang-bayang sekuens gambar endingnya. Tapi cuma endingnya. HAHAH.

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Main ke Desa