Bandung Art Now
Saya datang terlambat ke pembukaan pameran Bandung Art Now di Galeri Nasional hari Rabu yang lalu. Karena terlambat saya melewatkan pidato pembukaan, kehabisan katalog pameran, dan juga kehabisan konsumsi yang disediakan penyelenggara.
Galeri Nasional rasanya lebih penuh dari pembukaan-pembukaan pameran lainnya yang pernah saya hadiri di tempat yang sama. Belakangan saya tahu bahwa kontingen seniman dari Bandung tersebut datang naik bus. Apakah karena ini Galnas terasa sesak?
Bisa jadi karena konsumsinya yang lekas habis, jadi para tetamu merasa lebih baik masuk ke dalam dan melihat-lihat daripada bengong di luar, sementara biasanya karena konsumsi yang melimpah, para tetamu lebih memilih nongkrong di luar sambil makan minum dan ngobrol hingga akhirnya mungkin tidak masuk sama sekali. Kalau memang benar alasan ini yang dipilih, sungguh cerdik cara dagang penyelenggara pameran kali ini.
Bisa juga karena malam itu hujan. Tidak terlalu deras memang, dan juga tidak terlalu lama. Tapi cukup untuk membuat orang lebih memilih untuk menghabiskan waktu menunggu hujan reda dengan melihat-lihat objek yang dipamerkan di dalam galeri.
Maka, Galeri Nasional penuh nyaris sesak malam itu.
Karena saya lumayan lama tinggal di Bandung, dan entah bagaimana asalnya saya sering lupa, menjadi akrab dengan beberapa perupa muda dari Bandung, pembukaan pameran kali ini seperti reuni saja layaknya. Sedikit-sedikit bertegur sapa. Mulai dari yang saya kenal lumayan dekat hingga yang saya hafal mukanya tapi lupa namanya.
Saya berusaha mengamati segala bentuk rupa seni yang dipamerkan, menebak-nebak orang di balik karya tersebut, membaca label yang ditempelkan untuk menguji tebakan saya, lantas menolehkan kepala mencari-cari orang yang bersangkutan di antara riuhnya suasana ruangan pamer.
Benar-benar, Galeri Nasional terasa sangat sempit dan padat malam itu. Saking penuhnya, saya malas meneruskan melihat-lihat dengan seksama. Saya pikir, lebih baik saya kembali lain hari saja dan menikmati semua karya tersebut dengan lebih seksama. Malam itu saya cuma sempat sungguh-sungguh memperhatikanbeberapa karya saja, yang menarik perhatian saya.
Bunda Maria berwujud Marge Simpson, berdiri menggendong kristus berwujud Bart Simpson pada lengan kirinya, adalah salah satu objek yang saya perhatikan. Sayang labelnya terletak di bawah sehingga agak tidak jelas. Saat kemudian saya kembali ke sana, labelnya malah tidak ada sama sekali, jadi saya tidak bisa bilang pasti itu karya siapa dan mediumnya apa.
bersambung... (cieeh)
photo courtesy Novani Nugrahani, memanfaatkan karya instalasa video Ucup Surucup untuk BAN.
Galeri Nasional rasanya lebih penuh dari pembukaan-pembukaan pameran lainnya yang pernah saya hadiri di tempat yang sama. Belakangan saya tahu bahwa kontingen seniman dari Bandung tersebut datang naik bus. Apakah karena ini Galnas terasa sesak?
Bisa jadi karena konsumsinya yang lekas habis, jadi para tetamu merasa lebih baik masuk ke dalam dan melihat-lihat daripada bengong di luar, sementara biasanya karena konsumsi yang melimpah, para tetamu lebih memilih nongkrong di luar sambil makan minum dan ngobrol hingga akhirnya mungkin tidak masuk sama sekali. Kalau memang benar alasan ini yang dipilih, sungguh cerdik cara dagang penyelenggara pameran kali ini.
Bisa juga karena malam itu hujan. Tidak terlalu deras memang, dan juga tidak terlalu lama. Tapi cukup untuk membuat orang lebih memilih untuk menghabiskan waktu menunggu hujan reda dengan melihat-lihat objek yang dipamerkan di dalam galeri.
Maka, Galeri Nasional penuh nyaris sesak malam itu.
Karena saya lumayan lama tinggal di Bandung, dan entah bagaimana asalnya saya sering lupa, menjadi akrab dengan beberapa perupa muda dari Bandung, pembukaan pameran kali ini seperti reuni saja layaknya. Sedikit-sedikit bertegur sapa. Mulai dari yang saya kenal lumayan dekat hingga yang saya hafal mukanya tapi lupa namanya.
Saya berusaha mengamati segala bentuk rupa seni yang dipamerkan, menebak-nebak orang di balik karya tersebut, membaca label yang ditempelkan untuk menguji tebakan saya, lantas menolehkan kepala mencari-cari orang yang bersangkutan di antara riuhnya suasana ruangan pamer.
Benar-benar, Galeri Nasional terasa sangat sempit dan padat malam itu. Saking penuhnya, saya malas meneruskan melihat-lihat dengan seksama. Saya pikir, lebih baik saya kembali lain hari saja dan menikmati semua karya tersebut dengan lebih seksama. Malam itu saya cuma sempat sungguh-sungguh memperhatikanbeberapa karya saja, yang menarik perhatian saya.
Bunda Maria berwujud Marge Simpson, berdiri menggendong kristus berwujud Bart Simpson pada lengan kirinya, adalah salah satu objek yang saya perhatikan. Sayang labelnya terletak di bawah sehingga agak tidak jelas. Saat kemudian saya kembali ke sana, labelnya malah tidak ada sama sekali, jadi saya tidak bisa bilang pasti itu karya siapa dan mediumnya apa.
bersambung... (cieeh)
photo courtesy Novani Nugrahani, memanfaatkan karya instalasa video Ucup Surucup untuk BAN.
Comments