Perayaan Besar-besaran: Ketamakan


Entah sejak kapan, gue merasa Ramadhan itu sebetulnya adalah sebuah pesta perayaan hawa nafsu manusia selama satu bulan penuh.

Hawa nafsu yang sedang dirayakan satu bulan penuh ini salah satunya adalah ketamakan. Siangnya memang tidak makan dan tidak minum, tapi kalau malam makan dan minum seperti tidak ada hari esok.

Yang lebih bikin kentara adalah naiknya harga bahan pokok. Kenaikan harga ini selalu terjadi setiap tahunnya dengan alasan kelangkaan bahan. Sinting. Sudah berapa ratus tahun Ramadhan ini terjadi dan berulang, kenapa kok orang-orang tidak bisa mengantisipasi kelangkaan tersebut supaya harganya nggak naik? Apakah memang ada unsur kesengajaan supaya bisa mengeruk untung sebanyak mungkin? Atau... memang konsumsinya yang terus-menerus meningkat dan bertambah tanpa pernah bisa terpuaskan? Membayangkan peningkatan hitungan kelipatan konsumsi, gue merasa mual. Gini aja deh, kalau hari biasa waktu haus minum air es juga sudah hilang hausnya, kenapa pas puasa harus ditingkatkan menjadi minum es campur tiap hari? Alasan gizi? Kok kasihan, toh, puasa cuma masalah memindah jadwal makan saja. Secara logika, kualitas makanannya nggak berubah, jadi sebetulnya nggak masalah. Entah dari mana sugesti bahwa selama puasa itu makanannya harus "berbeda".

Hal lain yang muncul bersamaan dengan Ramadhan adalah kemacetan. Macet di saat buka, karena semua orang berlomba-lomba pulang duluan supaya bisa buka di rumah. Katanya sih demi kebersamaan keluarga. Kalau di Jakarta, kemacetan edan itu terjadi antara jam 4 sore hingga jam 6.

Gila.

Padahal masalah membatalkan puasa bisa di mana saja. Kalau memang kebersamaan keluarga yang dicari, minum yang manis satu gelas, dan makan ta'jil (katakanlah dua biji kueh mungil) sebetulnya setelah puasa satu hari sudah cukup mengganjal. Makan besar bersama keluarga bisa dilakukan setelah Tarawih, yang mana Tarawih karena berjamaah pastilah ia dilakukan rame-rame. Lagipula, tarawih ada yang mulai jam 8 (ketinggalan ceramah sedikit boleh ah). Jadi, kenapa kalap? Napsu ditahan-tahan waktu siang, diumbar-umbar begitu Maghrib kedengaran. Hihihi... perayaan besar hawa nafsu manusia setiap malam itu namanya.

Satu lagi yang menjelang di akhir bulan Ramadhan yang bikin males: kenaikan tuslah dan arus mudik. Huek. Membayangkan jumlah manusia yang berjejalan secara tidak wajar di kereta dan bus dan jalan raya dan pesawat udara saja sudah membuat gue mual. Ini ditambah pula dengan harga gila-gilaan dan pelecehan oleh para calo yang harus dihadapi. Hueeek...

Tahun ini adalah puasa dan lebaran pertama gue di Jakarta. Kos gue sepi karena pesertanya udah pada pindah atau kabur entah ke mana. Nggak ada TV dan radio (yang terakhir itu akibat Zen Neeon gue matek). Jadi, mari kita lihat kemajuan gue.

Comments

unakunik said…
tradisi dan ritual mengalahkan segalanya termasuk akal sehat sampai lupa inti dari kegiatan itu sendiri apa sebenernya.

katanya puasa supaya bisa merasakan kehidupan orang kecil yg makan cuma sekali. emang begitu bisa makan yang cuma sekali sehari itu makannya di hotel bintang 5 yang harganya 500 ribu sekali makan? makes you think eh?? fyi: selama puasa dan kalo lagi puasa pengeluaran lebih besar daripada gak puasa.
kalo dipikir2 selama masih begini selama bulan puasa yg menang sebenernya setan hahahaha.. hidup setan!!!!

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again