Sirik Tanda Tak Mampu: Maunya Kritik Tapi ... Tak Mampu

Gue pernah membuang uang membeli versi cetak mewahnya Eiffel I'm in Love di Gramedia, sementara setahun dua sebelumnya remaja paska ingusan di SMA 28 Pasar Minggu bisa mendapatnya murah dengan membajaknya di fotokopian.

Ya, itu adalah masa awal Rachmania Arunita mengenal sebuah sistem perekonomian yang berjudul Industri Sastra. Tak berapa lama kemudian Rachmania Arunita mengenal sistem yang lebih menguntungkan bernama Industri Perfilman dengan diluncurkannya film Eiffel I'm In Love yang dibiayai oleh Soraya Intercine tahun 2004. Film itu laris manis, mendongkrak penjualan buku versi cetak mewahnya juga.

Novelnya bisa dibaca dengan mudah dan cepat, sekali kibasan jari delapan lembar terlewati, dan tidur bisa tetap nyenyak tanpa terjaga tengah malam akibat penasaran.

Filmnya lebih menyebalkan, kecuali ditonton sendiri di rumah sehingga jari bisa menekan tombol mute atau fast forward di remote control sewaktu-waktu. Dibintangi Sandy Aulia sebagai Tita, si gadis ingusan yang super manja, dan Samuel Riza sebagai Adit yang "lebih dewasa" dari Tita, untungnya film ini tidak sampai membuat gue pendarahan dalam seperti layaknya puisi Vogon. Tetapi tetap kerutan di kening gue yang menjelang usia krisis ini rasanya bertambah dalam saat mendengar rengekan cempreng Sandy Aulia, sebuah trademark yang konon menjadi alasan utama ia dipilih untuk bermain dalam film ini.

Lalu keseksian otot Samuel Rizal yang layak dikagumi itu ternoda oleh dua hal. Pertama adalah aktingnya yang tidak membuat tokoh Adit nampak dewasa, tapi lebih kepada "berkepala semi kopyor", entah sintetis atau bukan. Kedua adalah artikulasi bicara dan nada suaranya yang mungkin memang menggambarkan mayoritas demografi mahasiswa dengan latar belakang keluarga kaya yang (kemungkinan besar tinggal di Jakarta kalau tidak sedang) tinggal di luar negeri... tidak tanggung-tanggung... Perancis. Seharusnya Adit tidak banyak diberi dialog.


Pendarahan Dalam Extended. Extra 120 menit! Tanpa Emboli!

Ya, saat menonton film itu umur gue udah 24 tahun. Gue udah terlalu uzur untuk bisa menghargai keren dan asyiknya film remaja macam begini. Cerita ini toh ditulis saat Rachmania Arunita berusia 15 tahun. Gue akhirnya memaklumi saja karena gue juga pernah berumur 15 tahun, kalau tidak salah ingat. Selain itu kalau dipikir-pikir untunglah saat itu Cinta Laura masih berumur 10 tahun. Coba bayangkan Cinta Laura berperan sebagai Tita. Tidak berani? Sama.

Ok! Kasus selesai

Kemudian pertengahan tahun lalu ada kabar Film Eiffel I'm in Love dibuat sekuelnya. Mungkin berita ini terlewat oleh anda sekalian karena berita Mayang - Bambang Tri - Halimah lebih asyik diikuti. Film itu tentu saja dibuat berdasarkan novel berjudul sama yang merupakan terusan dari cerita Eiffel I'm in Love, kali ini dibuat di bawah bendera Itrema (PT. INDONESIA TREND MAESTRO). Soraya Intercine mencak-mencak dan menuntut Rachmania Arunita 15 milyar dengan judul "penjiplakan karya".

Heboh bener.

Karena, Rachmania Arunita yang pada 2006 sudah berusia legal internasional, 21 tahun, telah paham betul industri Sastra dan Perfilman (tak lupa ia sangat melek teknologi). Ia melepas novel Lost in Love dalam bentuk e-book pada tahun 2006 itu. Tak lama berselang setelah berakhirnya kontrak dengan Soraya Intercine. Kontrak itu mengikatnya untuk memberikan bentuk novel apa pun yang ia hasilkan selama 4 tahun terhitung sejak 2002.**


Smart 24 yro., mother of one. All Indonesian budding female authors strive to be like her

Dalam produksi Lost in Love ini Rachmania Arunita menunjukkan multi talentanya dengan menjadi produser, duduk di kursi sutradara, sekaligus mengadaptasi novelnya menjadi sebuah skenario. Multi talenta atau pengiritan?

“Budget yang digunakan kurang lebih mencapai belasan milyar,” kata Nia, saat ditemui pada press conference film ini di CafĂ© F Bar, EX Plasa, Jakarta. Nia juga mengungkapkan, bahwa kru film ini memakai 25 orang tenaga dari Perancis. (nyomot dari situs ini)

Masa produksi film ini berlangsung selama 24 hari di Perancis dan 3 hari di Indonesia. Dengan mengambil setting gambar 80 persen pesona kota Paris yang romantis. Bla bla bla bla...

Review novelnya bisa dilihat di MP temen gue yang kritis. Review filmnya hahaha... tunggu gue balik dari bioskop ya!



-----------------------------------------------------------------------------
**Tolong beri tahu gue judul novel lain yang dibuat Rachmania Arunita di antara Eiffel I'm in Love dan Lost in Love ini. Terus, kalau ada, apakah dari novel-novel itu ada yang dibuat film?

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again