Resensi : Kua Etnika: Vertigong, Saat Orang Jawa Nge Jazz

Gue itu jadi suka beginian karena diajakin. Seandainya sendiri, belum tentu gue tau ada agenda acara ini tanggal 8 kemaren di TIM.

Sepertinya, kalau tidak salah ingat, ini adalah pertama kalinya nonton Kua Etnika, walaupun bukan pertama kalinya melihat Jaduk ataupun Trie Utami di atas panggung.

Kami datang terlambat dan duduk di balkon, deretan kursi paling belakang. Di panggung sana ada drum di kiri, Bonang di tengah, keyboard di kanan. Di antaranya orang lalu-lalang dengan gitar dan bas, kadang mengusung gambang, kenong atau kethuk, kadang memanggul kendang, di satu saat malah hanya diisi bangku karena kemudian anggota Kua Etnika duduk di sana dan menggunakan anggota tubuh mereka sebagai perkusi.

Setelah lagu pembuka yang terasa serius dan membuat agak ngantuk yang diberi judul Migrend, Vertigong tinggal landas lambat-lambat dengan lagu kedua yang sedikit lebih rancak berjudul Gumremeng (kalau tidak salah ingat nih).

Mas Purwanto yang memimpin pasukan musik Kua Etnika malam itu berusaha berinteraksi dengan penonton, walaupun terkesan agak malu-malu, sehingga suasana baru menghangat di lagu ketiga atau keempat, saat 6 orang mengeroyok satu gambang.

Karena kehangatan yang datang telat itulah, seorang mbak-mbak yang duduk di depan kami melengos lalu pergi di lagu kedua, ketika kami (yang memang sudah hangat dari sananya) setengah berbisik membahas beda lagu pembuka dan lagu kedua dengan ceria. Nampaknya dia masih beku, belum leleh. Atau mungkin dia salah mengira Vertigong sebagai pertunjukan jazz yang classy? Oh, sejak kapan Jazz itu classy?

Begitu suasana memanas, tak kurang lima penonton dalam jarak pandang kami yang terbatas (dalam kegelapan di kursi balkon deretan paling belakang) berjoget-joget di kursi mengikuti irama musik. Sesekali tawa pecah buyar dari berbagai sudut, saat Kua Etnika memberikan intermezzo berupa lelucon yang diselipkan dalam aksi bermusiknya.

Kenapa saya tidak membahas Trie Utami dan Jaduk Ferianto?
Karena Kua Etnika adalah Kua Etnika, dan mereka berdua hanya bintang tamu. heheheh....

"Jazz itu penuh improvisasi, sama seperti bangsa ini. Walaupun lantas jadi bingung mana bentuk aslinya karena terlalu banyak improvisasi," demikian kata Trie Utami. Kami tertawa lagi.

Malam itu gue merasa lumayan senang. Walaupun saat pulang agak kebingungan mengisi angket yang disodorkan di pintu depan.

Photo: Courtesy of Ditsky. Lens courtesy of Dora.

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again