Diserang Dingin

Bandung diserang dingin di tengah bulan Juni.
Aneh? Tidak lagi, karena kini sudah terjadi.

Harus dipasang nih, sebuah sajak manis tentang rindu cinta dan dendam mungkin pada cuaca:


tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
--Sapardi Djoko Damono--


Pagi-pagi sudah menggigil. Ketika tirai disingsing tampak kabut menggantung di ujung atap. Semua berwarna kelabu cerah di luar sana. Seperti saat aku terjaga subuh buta dan berusaha menarik nafas karena tak terbiasa dengan udara.

Pukul 8 akhirnya Matahari berhasil menyibak awan. Mungkin pemandangan orang yang tergesa seraya menggigil sangat menarik baginya. Bertelekan satu lengan pada awan ia menyapa dunia. Yang pertama kali menyapa balik adalah daun rimbun hijau tanaman dan sesemakan. Lalu burung-burung penangkap pagi dan kucing-kucing yang moyan di jalan-jalan.

Aku?
Aku merapatkan selimut kembali dan berharap sebuah mimpi.




Mimpi kami kembali di sebuah pantai yang hangat.
Tidak hangat pun tidak mengapa.
Hatiku sudah hangat bila dia ada.


Berpeluk di pantai ini

Comments

Erick S. said…
Bila dia ada? Siapa? Pak Raden?

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Monster Playgroup (Pt. 1)