009

Hari ini menjelang malam langitnya cerah. Padahal sebelumnya langit sempat bingung mau nangis apa ketawa. Antara hujan dan matahari bersinar cerah.

Dari atap rumah tempat kami jemur pakaian, kita bisa melihat ke lautan atap di lembah Cemara. Ironis betul. Sama sekali tidak terlihat jejak cemara.

Suara anak-anak memantul dari dinding semen dan batu bata. Sekilas, sekelebat, terlihat dari kejauhan dari celkah antara dinding rumah, atap dan jendela, beberapa sedang berlari sambil tertawa. Kadang kita bisa melihat teman mereka bermain, tapi lebih sering tidak. Langit sepi. Nyaris tidak terdengar suara derum lalu lintas, tapi ada, gemuruh nyaris tak terdengar. Ramai benar. Pantulan tawa dan jerit di sini sana.

Sekali lagi aku terdiam, secara otomatis berusaha menyerap semua itu dalam ingatan. Bau, suhu, warna. Entah emosi apa yang akan timbul saat 10 tahun lagi memori ini tersentuh dalam otakku.

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again