003

Jurang Komunikasi Yang Dalam


Intip ini dulu deh

Tadinya gue gak tau siapa yang nulis. Ternyata....
Gue berusaha memahami kenapa gue kesel setengah mati mendengar istilah "Sastra Selangkang"
Setelah dipuja-puja sebagai "Sastra Wangi" yang mana menurut gue masih sangat merendahkan, sekarang dihancurkan menjadi "Sastra Selangkang". Istilah itu sangat mengganggu.


Pidato kebudayaan Taufik ini memang banyak menuai kritik, pujian dan juga hujatan. Sama halnya waktu dia menulis TUHAN SEMBILAN SENTI.
Tapi buat gue, Tuhan Sembilan Senti masih merupakan kritik yang bagus. Menyengat. Tapi masih pada tempatnya.
Sedangkan tulisan ini...terutama yang menyinggung bagian sastra, sungguh sangat tidak adil menyimpulkan bahwa semua sastra generasi baru adalah sastra selangkang. Kalau itu memang adalah trend, atau suatu lingkaran setan yang nggak penting, nggak bisa langsung sembarang menuding, dong. Kaitan dan belitannya lebih rumit daripada rambut afro. Bagaimana melepaskan diri dari belitan itu yang penting!
Entahlah... gue jadi pedih membaca bagian itu. Kesal rasanya. (Gue warnain bagian yang bikin betenya)

MEN! MEN! This is soo typical chauvinistic MALE!

Tulisan beliau ini pun provokatif. Hanya menghasilkan amarah dan bukan solusi!
Padahal beliau ini pendidik dan pengajar lho.... Seorang akademis dan penulis kampiun! A man his calibre should have a wiser way to say things!
Lihatlah, lihat aja reaksi gue. Sampe gue ikutan marah begini. Mana bisa maju kalau hasilnya gontok-gontokan padahal maunya berujung pencerahan?

Communication gap nih... Cis!

Comments

Anonymous said…
tjoeba kowe bikin itoe sastera selangkangan saoe sahadja non....
Anonymous said…
yang tersinggung berarti merasa. Yang sewot berarti Iya, yang Marah berarti tersangka, yang risib berarti kena.

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again