031
Tergabung sudah gue ini dalam sebuah kelompok kecil pergunjingan. Laskar gosip yang berbaris menuju ke neraka. Begitu mungkin yang para ustadz bakal bilang. Padahal tiap hari mungkin orang-orang terdekat mereka terus memantau acara infotainment di TV. Hmh, ngapain juga gue perduli hal begini ya?
Start with myself!
Jadi, gue udah tahu kalau nggak masuk dalam sebuah kelompok itu rasanya menyesakkan. Ada hubungannya dengan pembawaan manusia yang zoon politicon, socialistic animal, the primal instinct of wanting to belong into something. Yeah, itu, teori-teori dari jaman textbook. Kotoran otak yang mengendap lama.
Gue juga udah tahu prakteknya. Dipraktekkan ke guenya dan gue praktekkan ke orang lain juga. Seperti yang gue lakukan sekarang.
Cukup lama gue menganalisa masalah ini secara berlebihan. I do have that tendency, over scrutinizing things. Dan ketika di akhirnya ternyata gue menemukan orang-orang yang kurang lebih berbagi serat rasa yang sama, meskipun kadar prosentasenya beda, I feel like somewhat a winner. Which is absolutely ridiculous, but theoretically true. (did I spell that right?) Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Menjadi bagian kelompok memberikan semacam rasa percaya diri dan kekuatan dibandingkan menjadi orang luar.
I am now a part of a group.
Gue malu karena gue tahu ini sejatinya adalah hal yang gue nggak suka. Ganging up against something. Tapi gue merasa dibebaskan di dalamnya. Gue menemukan pembenaran-pembenaran atas pikiran-pikiran gue yang selama ini terasa negatif dan menyesakkan dada. Dalam kelompok itu, pikiran itu masih negatif memang, tapi membuat gue merasa lebih lega.
It should be only humane to dissent something. And it felt relieving to be able to confess it, and having people not think of it as wrong. I found liberating reasons for the thoughts that I thought about.
Gue juga merasa dengan menuliskan ini (walaupun masih ditutup-tutupi dengan puitis penuh makna yang menyesatkan, ambigu, dan bersayap) lalu menaruhnya di tempat orang banyak bisa melihatnya, memberikan perasaan terbebaskan pada diri ini.
Not for mercy or forgiveness. Perhaps only a little consideration. We are afterall, only human.
Start with myself!
Jadi, gue udah tahu kalau nggak masuk dalam sebuah kelompok itu rasanya menyesakkan. Ada hubungannya dengan pembawaan manusia yang zoon politicon, socialistic animal, the primal instinct of wanting to belong into something. Yeah, itu, teori-teori dari jaman textbook. Kotoran otak yang mengendap lama.
Gue juga udah tahu prakteknya. Dipraktekkan ke guenya dan gue praktekkan ke orang lain juga. Seperti yang gue lakukan sekarang.
Cukup lama gue menganalisa masalah ini secara berlebihan. I do have that tendency, over scrutinizing things. Dan ketika di akhirnya ternyata gue menemukan orang-orang yang kurang lebih berbagi serat rasa yang sama, meskipun kadar prosentasenya beda, I feel like somewhat a winner. Which is absolutely ridiculous, but theoretically true. (did I spell that right?) Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Menjadi bagian kelompok memberikan semacam rasa percaya diri dan kekuatan dibandingkan menjadi orang luar.
I am now a part of a group.
Gue malu karena gue tahu ini sejatinya adalah hal yang gue nggak suka. Ganging up against something. Tapi gue merasa dibebaskan di dalamnya. Gue menemukan pembenaran-pembenaran atas pikiran-pikiran gue yang selama ini terasa negatif dan menyesakkan dada. Dalam kelompok itu, pikiran itu masih negatif memang, tapi membuat gue merasa lebih lega.
It should be only humane to dissent something. And it felt relieving to be able to confess it, and having people not think of it as wrong. I found liberating reasons for the thoughts that I thought about.
Gue juga merasa dengan menuliskan ini (walaupun masih ditutup-tutupi dengan puitis penuh makna yang menyesatkan, ambigu, dan bersayap) lalu menaruhnya di tempat orang banyak bisa melihatnya, memberikan perasaan terbebaskan pada diri ini.
Not for mercy or forgiveness. Perhaps only a little consideration. We are afterall, only human.
Comments