Gajah itu Sedih
Sebetulnya gue lebih suka jerapah dan flamingo daripada gajah.
Pada suatu hari gue nonton dokumentasi BBC soal gajah.
Ada peribahasa, an elephant always remembers. hmm... kenapa ya? Ditunjukin penelitian otak gajah. Spesimen otak manusia ditaruh di atas piring. Spesimen otak gajah ditaruh di ember (wow, kalo bikin gule otak ala padang, bisa dapet tiga panci!) Ternyata, perbandingan banyaknya kerut merut dan lekuk terhadap ukuran, nyaris sama. Terus kata si ilmuwan yang obok-obok otak itu, lekuk dan kerut dan grey matters inilah yang merupakan keunggulan otak. Daya ingat dan daya pikir gajah lumayan oke.
Gajah itu matrilineal banget. Bos di kelompok gajah adalah nenek, betina paling tua. Walopun kalau masalah wilayah dan keamanan, ada gajah jantan... si alpha male itu. Tapi semua kebijakan buat kesejahteraan, macam: kita mau makan di mana, bobo di mana, berendem di mana, dan kapan... diputuskan oleh Nenek. Kalau Nenek mati sebelum waktunya, artinya belum ada nenek-nenek kader, kelompok itu bisa punah. Soalnya ibu-ibu muda itu masih pada bego, belum kaya nenek gajah yang jagoan, yang tau banyak hal. Yang banyak pengalaman si nenek. Gajah jantan? Ha ha ha... dia taunya cuma kawin dan marah-marah.
Terus gue nangis waktu ada kelompok, yang nenek bosnya mati. Kasian ya gajah-gajah itu... mereka diburu buat gadingnya, habitatnya didesak manusia, terus kalo mereka marah, ditembakin aja. Dibikin koper, dompet, tas, asbak... Udah gitu mereka gede... warnanya abu-abu, dan melankoli banget. Terus, kalo nyadar bahwa mereka selalu inget, dan nggak pernah lupa... apa nggak tambah sedih tuh? Apalagi kalo liat film Dumbo. Hiks...
Padahal, gue lebih suka jerapah dan flamingo yang selalu cerah ceria. Pergi ke kebun binatang juga gue selalu nyari kandang flamingo dan jerapah. Tapi kenapa ya, kok buntutnya gue mengidentifikasikan diri sama gajah? Gajah kan sedih...
ini gajah apa lone ranger, jalan ke sunset sendirian
Tapi kalo gajahnya begini sih.. menghibur... apalagi kalo in action
Comments