0048
This is for Being Too Self-Aware
Suatu siang Mml. Petite datang menyuntikkan semangat pada gue yang sedang sindrom tikus gurun; tidur sepanjang siang dan melek sepanjang malam. Karena pada dasarnya kita berdua sejenis: perut karung, buntut-buntutnya kita pergi makan baso depan Supindo Dago. Waktu menunjukkan pukul 3 sore.
Tadinya gue mau dengan biadabnya ngajakin dia makan ayam hormon aja di fastfood, tapi karena gue udah beberapa waktu gag makan baso yang enak, yasudlah.
Mirna : Bu, basonya kumplit, banyak sayurnya. YANG BANYAAKK...(lengkap dengan bahasa tubuh yang menekankan pada "banyak")
Mml. Petite: Iya, gue juga.
Mirna : Oiya Bu, ga pake vetsin ya. (menekankan pada "JANGAN PAKE VETSIN!")
Mirna : Sama. Dua-duanya gak pake vetsin.
Ini karena kita berdua sadar bener kita mau makan apa, di mana, dan berusaha mengurangi rasa bersalah ke badan, atas racun dan sampah yang hendak kami berikan.
Toh waktu mangkuk bakso datang, gue sama Mml. Petite masih menambahkan saos tomat yang diragukan kadar ketomatannya, sambel cabe yang tampak meyakinkan pedasnya tapi nggak jelas kadar kontaminasinya, dan kecap yang meskipun gue pro tapi gue curiga isinya pengawet dan msg. Oh, dan tak cupa luka... maksud gue, tak lupa cuka... Yang dalam konsentrasi tinggi bisa merusak jaringan lunak.
Ah iya, baso panas nggak afdol kalo nggak ditemenin dua hal: kurupuk dan teh botol. Yang satu dipenuhi MSG dan entah terkontaminasi karsinogen macam mana, dan yang satu jelas adalah larutan pengawet dengan konsentrat karbohidrat tinggi.
Sambil menatap mangkuk baso itu gue berpikir: kok gila ya, gue makan ini. Dan semua ingatan tentang kehidupan gue berkelebat di mata (terj. bebas dari i can see my life passed before my eyes). Sebelum makan, gue baca doa. "Moga-moga gue matinya cepet"
Selama makan, semriwing aja dong, aroma got. Padahal yang punyanya warung udah menyamarkan si tersangka sumber bau dengan tutup beton, dan dihiasi dengan pot-pot isi bunga, yang bunganya mekar semua dan bagus, seger. Udah gitu, karena di pinggir jalan, banyak mobil lah... tapi yang paling top adalah lewatnya bus DAMRI. Seperti kita tahu, Armada Bus DAMRI rata-rata berusia sangat lanjut, kalau dicermati mungkin mereka sudah setengah sekarat, dan atau sudah jadi zombie kanibal. Nah yang lewat ini jenis zombie kanibal. Dengan tingkat emisi yang... udah, udah, nggak usah dibahas (meniru jurus Mandosh).
Tapi semangkuk baso harga 4 ribu itu (dengan kurupuk 2 bungkus dan teh botol yang 2000 sebotolnya), tetep bertahan sampe jam 10 malem. Kekuatan racunkah??
Suatu siang Mml. Petite datang menyuntikkan semangat pada gue yang sedang sindrom tikus gurun; tidur sepanjang siang dan melek sepanjang malam. Karena pada dasarnya kita berdua sejenis: perut karung, buntut-buntutnya kita pergi makan baso depan Supindo Dago. Waktu menunjukkan pukul 3 sore.
Tadinya gue mau dengan biadabnya ngajakin dia makan ayam hormon aja di fastfood, tapi karena gue udah beberapa waktu gag makan baso yang enak, yasudlah.
Mirna : Bu, basonya kumplit, banyak sayurnya. YANG BANYAAKK...(lengkap dengan bahasa tubuh yang menekankan pada "banyak")
Mml. Petite: Iya, gue juga.
Mirna : Oiya Bu, ga pake vetsin ya. (menekankan pada "JANGAN PAKE VETSIN!")
Mirna : Sama. Dua-duanya gak pake vetsin.
Ini karena kita berdua sadar bener kita mau makan apa, di mana, dan berusaha mengurangi rasa bersalah ke badan, atas racun dan sampah yang hendak kami berikan.
Toh waktu mangkuk bakso datang, gue sama Mml. Petite masih menambahkan saos tomat yang diragukan kadar ketomatannya, sambel cabe yang tampak meyakinkan pedasnya tapi nggak jelas kadar kontaminasinya, dan kecap yang meskipun gue pro tapi gue curiga isinya pengawet dan msg. Oh, dan tak cupa luka... maksud gue, tak lupa cuka... Yang dalam konsentrasi tinggi bisa merusak jaringan lunak.
Ah iya, baso panas nggak afdol kalo nggak ditemenin dua hal: kurupuk dan teh botol. Yang satu dipenuhi MSG dan entah terkontaminasi karsinogen macam mana, dan yang satu jelas adalah larutan pengawet dengan konsentrat karbohidrat tinggi.
Sambil menatap mangkuk baso itu gue berpikir: kok gila ya, gue makan ini. Dan semua ingatan tentang kehidupan gue berkelebat di mata (terj. bebas dari i can see my life passed before my eyes). Sebelum makan, gue baca doa. "Moga-moga gue matinya cepet"
Selama makan, semriwing aja dong, aroma got. Padahal yang punyanya warung udah menyamarkan si tersangka sumber bau dengan tutup beton, dan dihiasi dengan pot-pot isi bunga, yang bunganya mekar semua dan bagus, seger. Udah gitu, karena di pinggir jalan, banyak mobil lah... tapi yang paling top adalah lewatnya bus DAMRI. Seperti kita tahu, Armada Bus DAMRI rata-rata berusia sangat lanjut, kalau dicermati mungkin mereka sudah setengah sekarat, dan atau sudah jadi zombie kanibal. Nah yang lewat ini jenis zombie kanibal. Dengan tingkat emisi yang... udah, udah, nggak usah dibahas (meniru jurus Mandosh).
Tapi semangkuk baso harga 4 ribu itu (dengan kurupuk 2 bungkus dan teh botol yang 2000 sebotolnya), tetep bertahan sampe jam 10 malem. Kekuatan racunkah??
Comments