0030

Mirna, si Kutu Telepon!
(Of Men, and the Female Hormonal Desires Pt.1)

Menyusul hilangnya fenomena kupu-kupu di perut saat melihat si seksi, akhirnya habislah keinginan untuk bermain merak-merakan.

Pukul empat lewat dikit, gue nelpon si seksi.

M: Hey, gue mau ngasi tau, menurut gue lu seksi dan gue pengen ciuman sama elu.

Seksi: ??? HAH??? GILA LU!!!

Percakapan yang aneh itu berlangsung selama satu jam setengah, dengan kuping gue nyaris lengket permanen sama telepon angin. Menurut dia tembakan mendadak itu terlalu ajaib buat jadi serius sungguhan. Gue dikira obsesif, atau psikopat, atau lagi kalah taruhan sama temen, atau lagi ngetes dia, atau akibat teler suatu zat kimia tertentu.

I swear. I'm just so fed up with the wishy washy mating dance peacock feather rituals. Inilah aku, ini yang kuinginkan, aku tertarik padamu. Aku ingin tanggapan.
(ooohh... the fantasy of suicidal fatalistic Mirna kekekekek...) Untungnya pemuda seksi yang satu ini sama gilanya. One of the reasons I like him is his degree of simplicity. Dia bilang, ya udah nyante aja... walopun selama 45 menit pertama dia kebingungan, gelisah, panik? So... cute...!! (*ctaar!* "Call me Madam Mystix!")

Dan legalah gue setelahnya. Sekarang dia udah tau... ya udah. Gitu aja. Kalo ada tindakan balasan, follow up yang berarti, ya bagus. Kalo nggak juga, nggak apa-apa. I think we agreed upon that at the end of the conversation.

Gue emang nggak kepingin jadi pacar dia atau apa gitu. Kayanya rasa penasaran terbesar gue adalah kenapa gue merasa tolol kalo deket dia dan nggak bisa ngobrol? Yah, bertelepon selama sejam setengah memang cukup menghapus rasa penasaran itu. Walaupun sebagian besar dihabiskan dengan berusaha membuat si seksi berhenti ketawa nervous, dan juga berusaha membuat kata-kata gue jelas kedengaran dan sesuai dengan maksud. Ternyata, bisa kok gue ngobrol sama dia. Dia manis dan menyenangkan seperti dugaan gue. Cuma, gue nggak tau bayangan tentang gue gimana di kuping dan otak dia. Hehehe

Kenapa ya di dunia ini, kalau cewek suka sama cowok, nggak bisa ngomong langsung?

I always fell in love with passionate people, their ideas, "maturity" as in knowing what they want, etc. Ini salah satu alasan kenapa dulu gue jatuh cinta banget sama C.H. I witnessed him grew from a mere boy into a man with dreams, who knows what he wants. And I was witnessed also. Sederhana kan? Masing-masing membuat merasa istimewa, berarti, diwaro.

GUe juga nggak kepingin macem-macem. Sederhana kok. Pengen bisa ngobrol dengan nyaman. Mengenali lebih banyak. Tapinya, gue suka bloon kalo deket-deket orang yang bener-bener disuka. Nggak bakalan bisa ngomong deh. AKibatnya... kesannya adalah gue kepingin yang macem-macem. HA pait!

Dan... gue kepingin orang yang bersangkutan, pada akhirnya tau secara gamblang bahwa "ya, gue naksir elu". Yang harusnya lebih efektif daripada pendekatan, pake sinyal-sinyal, simbol-simbol, tanda-tanda semapor. Ayolah, ini 2005, bentar lagi kiamat, kami para wanita tak punya waktu sebanyak itu. "It's me. I like you. Let's go out/ hangout/ play / get to know eachother better". Karena sinbol-simbol itu harus pake konvensi, kalo nggak, bisa lost in translation. Yang hasilnya sama paitnya dengan paragraf di atas.

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Main ke Desa