0017
Hate is such a strong word.
Oh yeah? Well guess what's stronger?
LOATHE
To Loathe : kata kerja. Jijik, membenci, tidak menyukai, muak.
Sepanjang sejarah kehidupanku, aku berteman dan bermusuhan. Terkadang teman jadi musuh, dan musuh jadi teman. Aku mendiskriminasi dan didiskriminasi. Sebal, tak suka, vice versa. Orang berhak berpikir dan berubah pikiran. Manusia bertumbuh kembang karena hidup.
Tapi LOATHING...
Sepanjang hidup ini rasanya hanya ada dua orang yang pernah kubenci sedemikian rupa hingga rasanya seumur hidup tak akan berhenti membenci.
1. Bapak
2. Cewek yang membuat 4 minggu neraka dalam hidup usia 16 tahunku.
Sekeji itu dirimu, Mirna? Sedendam itu pada mereka?
Karena sudah berlangsung cukup lama, pada akhirnya memang kebencian itu memudar juga. Menjadi semacam apathy. Rasanya memang tidak mungkin mempertahankan energi sebesar LOATHING terlalu lama.
Loathing itu seperti gumpalan hitam yang menyesakkan yang memakan jiwaku perlahan-lahan, merongrong isi dadaku hingga hampir pecah dan membuatku tak bisa bergerak, berpikir, atau merasa selain benci. Murni benci. Bisakah kau bayangkan kebencian yang murni? Lebih panas dan menyilaukan dari inti matahari yang lalu meledak dan mati. Kebencian murni itu blackhole.
Nyatanya pagi ini sebuah rasa sebal pada seseorang telah Supernova menjadi LOATHING. Kebencian murni.
Badan langsung nyeri, kaki dan tangan dingin, dada sesak dan sakit. Memikirkan orang yang bersangkutan saja sudah memicu reaksi ini. Apalagi melihatnya!
(Ok, ini nggak bagus. Kalau di komik BLEACH, sebentar lagi gue bakalan berubah jadi Hollow! TIDAAAAKKK!!)
[panik]
[kalap]
Okay, mari kita tekan tombol 112 untuk keadaan darurat!
Pertolongan datang:
1. Nggak usah dipikirin lah, Min. Maafkan saja. Rasanya akan jauh lebih ringan.
2. Ajak ngomong aja orangnya langsung, siapa tahu bisa baikan.
3. I love you, kok. Tenang aja dulu. Pergi jauh dulu dari situ biar gak setres.
Dan aku pun terselamatkan. Mengetahui bahwa ada perasaan lain selain kebencian murni telah menenangkanku sedikit. Masih ada harapan buatku sendiri. Bahwa aku masih manusiawi. Masih bisa menyayangi dan mencintai. Tidak seperti Gollum yang ketakutan dan penuh kebencian, aku masih punya rasa cinta.
Kopi rasanya tidak hanya pahit. Mendung tidak hanya semata kelabu yang menggantung sendu.
Aku berdamai dengan pikiranku sendiri setelah berteriak-teriak kalap dalam kepanikan via SMS pada dua orang sesiangan ini. Sudah bisa tersenyum lagi walau dada masih nyeri.
Whatever would i do without my friends?
Oh yeah? Well guess what's stronger?
LOATHE
To Loathe : kata kerja. Jijik, membenci, tidak menyukai, muak.
Sepanjang sejarah kehidupanku, aku berteman dan bermusuhan. Terkadang teman jadi musuh, dan musuh jadi teman. Aku mendiskriminasi dan didiskriminasi. Sebal, tak suka, vice versa. Orang berhak berpikir dan berubah pikiran. Manusia bertumbuh kembang karena hidup.
Tapi LOATHING...
Sepanjang hidup ini rasanya hanya ada dua orang yang pernah kubenci sedemikian rupa hingga rasanya seumur hidup tak akan berhenti membenci.
1. Bapak
2. Cewek yang membuat 4 minggu neraka dalam hidup usia 16 tahunku.
Sekeji itu dirimu, Mirna? Sedendam itu pada mereka?
Karena sudah berlangsung cukup lama, pada akhirnya memang kebencian itu memudar juga. Menjadi semacam apathy. Rasanya memang tidak mungkin mempertahankan energi sebesar LOATHING terlalu lama.
Loathing itu seperti gumpalan hitam yang menyesakkan yang memakan jiwaku perlahan-lahan, merongrong isi dadaku hingga hampir pecah dan membuatku tak bisa bergerak, berpikir, atau merasa selain benci. Murni benci. Bisakah kau bayangkan kebencian yang murni? Lebih panas dan menyilaukan dari inti matahari yang lalu meledak dan mati. Kebencian murni itu blackhole.
Nyatanya pagi ini sebuah rasa sebal pada seseorang telah Supernova menjadi LOATHING. Kebencian murni.
Badan langsung nyeri, kaki dan tangan dingin, dada sesak dan sakit. Memikirkan orang yang bersangkutan saja sudah memicu reaksi ini. Apalagi melihatnya!
(Ok, ini nggak bagus. Kalau di komik BLEACH, sebentar lagi gue bakalan berubah jadi Hollow! TIDAAAAKKK!!)
[panik]
[kalap]
Okay, mari kita tekan tombol 112 untuk keadaan darurat!
Pertolongan datang:
1. Nggak usah dipikirin lah, Min. Maafkan saja. Rasanya akan jauh lebih ringan.
2. Ajak ngomong aja orangnya langsung, siapa tahu bisa baikan.
3. I love you, kok. Tenang aja dulu. Pergi jauh dulu dari situ biar gak setres.
Dan aku pun terselamatkan. Mengetahui bahwa ada perasaan lain selain kebencian murni telah menenangkanku sedikit. Masih ada harapan buatku sendiri. Bahwa aku masih manusiawi. Masih bisa menyayangi dan mencintai. Tidak seperti Gollum yang ketakutan dan penuh kebencian, aku masih punya rasa cinta.
Kopi rasanya tidak hanya pahit. Mendung tidak hanya semata kelabu yang menggantung sendu.
Aku berdamai dengan pikiranku sendiri setelah berteriak-teriak kalap dalam kepanikan via SMS pada dua orang sesiangan ini. Sudah bisa tersenyum lagi walau dada masih nyeri.
Whatever would i do without my friends?
Comments