0008

Akhir pekan kemaren mencerahkan diri dengan menghadiri sebuah acara budaya. Pembacaan potongan naskah serat Centhini dan ilustrasi interpretasinya oleh Didik "Nini Thowok" dan seorang dalang yang dahsyat, Slamet Gundono.

Dari awal sudah tahu kalo yang namanya Serat Centhini itu pasti isinya nggak jauh dari yang namanya birahi syahwat. Tapi tetep aja lho... nggak bisa menahan diri buat cekikikan waktu denger yang antik-antik. Tapi ya sudahlah... ini kan biar tingkat apresiasi seni dan budaya jadi bertambah.

Motivasi utama sebetulnya adalah kepingin melihat Didik sang maestro tari. Seumur hidup belum pernah melihat langsung, selalu liwat TV. Dulu waktu kecil sempat tertakjub-takjub melihat beliau ini menarikan tari topeng yang bolak-balik gitu. Lentur 'kali dianya! Nah, begitu tahu beliau ini hendak muncul di CCF dan berkesenian, langsung semangat! HARUS NONTON!

Hari Jumat menyeret dua orang buat nemenin nonton. Nggak terlalu rame dan penuh. Pak Didik menarikan lebih dari 4 peran yang berbeda. WOW! di beberapa bagian, tanpa sadar menahan nafas dan mulut jadi menganga. Untung Auditorium CCF gelap.

Yang lucu, serat Centhini yang naskahnya berbahasa Jawa dan usianya ratusan tahun itu, diterjemahkan dulu ke Bahasa Perancis karena dibiayai oleh pemerintah Perancis... lalu baru diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. yeeey...kok kasiaaannn... Kemana aja nih pemerintah Indonesia, huy!

Hari Sabtu kembali dibacakan dua bagian dari serat Centhini, kali ini ilustrasi interpretasi dilakukan Slamet Gundono, yang beratnya setara shamu, 250 kilo!!! Tapi penampilan itu menipu banget! Sang dalang dengan lincah bertutur kisah, nyanyi, nari, dahsyat banget! Panggung dipenuhi kondom yang ditiup jadi balon. Ceritanya lakon wayang kondom, gitu kata MCnya. Nggak tahu semua kondom itu apakah dari sponsor apa bukan. Kayanya sih nggak ada yang rasa buah-buahan. Sambil bisik-bisik nggak penting, bertanya-tanya siapa yang niup semua kondom-kondom itu. Terus, gimana kalo ada yang bekas ya? hiiy...

Auditorium penuh sesak sampai ada yang berdiri di gang. Semua orang ini diajak berinteraksi oleh Pak Dalang Gundono; ketawa, berdecak, komentar... dua jam lebih tanpa break nggak terasa samasekali!

Ada yang lucu waktu hari Sabtu. Ada beberapa orang yang ngajak anaknya yang masih kecil buat nonton. Nggak salah nih? Centhini kan isinya macam Kamasutra tapi jauh lebih ngeres. Untungnya Slamet Gundono berkisah pake dua bahasa : Indonesia dan jawa tegal... Hmhh jadi nggak tau pasti anak-anak kecil itu ngeh nggak sama yang lagi diomongin.

Pembacaan cerita ditutup munculnya Didik "Nini Thowok" dari tengah-tengah penonton. Orang itu bakat sulap... tadinya dia pake baju biasa, eh tahu-tahu udah pake kostum dan muncul nari. Terus lima menit kemudian udah pake baju biasa lagi... jagoan!

Tarian yang kali ini cuma satu peran sekitar 5 menit... tapi entah kenapa lebih dahsyat daripada hari Jumat. Padahal nggak begitu paham makna simbolik beberapa gerakan dan posenya, tapi sepanjang dia menari rasanya nggak berani kedip dan gerak. Waktu selesai, bercucuran saja airmata ini.

Senang!
10 Okt 2005

Comments

Popular posts from this blog

Durga Doesn't Have Laundry Problems, and We Shouldn't Either!

Have Child Will Travel: Nyepi Holiday Adventure (2)

Two Thousand Seven All Over Again